Kamis, 30 Desember 2010

Tokugawa Ieyasu


Dilahirkan dengan nama Matsudaira Takechiyo, Tokugawa Ieyasu kemudian dikenal sebagai salah seorang tokoh yang memunculkan faham kediktaktoran dalam kepemimpinan setelah lama tidak terjadi. Tokugawa Ieyasu sendiri dilahirkan pada tanggal 31 Januari 1543 sebagai keturunan dari pasangan Matsudaira Hirotada dan Odai no Kata.

Matsudaira Hirotada sendiri adalah seorang daimyo yang menguasai Istana Okazaki di Mikawa, sedang sang ibu, Odai no Kata adalah anak perempuan dari seorang Samurai, Mizuno Tadamasa. Setelah kelahiran Tokugawa Ieyasu, kedua orang tuanya pun berpisah cukup lama meski pada akhirnya mereka kembali rujuk. Mereka berpisah setelah sekitar 2 tahun setelah kelahiran anaknya. Sedang masing-masing umur keduanya saat kelahiran Tokugawa Ieyasu adalah 17 tahun untuk Matsudaira Hirotada dan 15 tahun untuk Odai no Kata.

Meski keluarga Matsudaira merupakan salah satu keluarga yang diperhitungkan, dalam internal keluarganya sendiri, keluarga Matsudaira banyak terlibat pertikaian di dalamnya. Puncaknya ketika sekitar tahun 1550, dimana dalam keluarga Matsudaira terdapat dua kubu yang masing-masing ingin menjadi pengikut dari Klan Oda maupun Klan Imagawa. Dan yang menjadi tragisnya, dengan ketidak sepakatan dalam internal, kakek dari Tokugawa Ieyasu, Matsudaira Kiyoyasu pun harus membayarnya dengan nyawa.[1]

Menginjak tahun 1548, Klan Oda yang melihat keistimewaan di daerah Mikawa pun sgera mencoba melakukan invasi. Namun, rencana trsebut pun kemudian terdengar oleh Matsudaira Hirotada dan segera mungkin meminta bantuan kepada Klan Imagawa untuk dapat membantunya. Hanya saja, meski Klan Imagawa menyetujui untuk melindungi Matsudaira Hirotada, Imagawa Yoshimoto pun meminta jaminan dengan menunjuk Tokugawa Ieyasu sebagai sandera. Lantaran dianggap perlu, Matsudaira Hirotada pun menyetujui permintaan kepala Klan Imagawa tersebut.

Lantaran tidak menginginkan usahanya gagal, Oda Nobuhide yang mengetahui perihal dukungan Klan Imagawa pun kemudian merencanakan untuk melakukan penculikan. Dan berhasil, Oda Nobuhide pun kemudian menculik Tokugawa Ieyasu yang masih berumur 6 tahun tersebut dari pasukan pengiringnya.[2] Setelah aksi penculikan terhadap Tokugawa Ieyasu berhasil, Oda Nobuhide pun kemudian mengancap kepada Matsudaira Hirotada untuk segera memutuskan hubungannya dengan Klan Imagawa atau Tokugawa Ieyasu akan dibunuh. Namun di balik itu semua, demi menunjukkan bukti kesetiaannya kepada Klan Imagawa, Matsudaira Hirotada pun membiarkan Tokugawa Ieyasu terbunuh.

Mendengar penolakan ancaman tersebut, Oda Nobuhide pun menjadi terkejut. Meski Oda Nobuhide sudah mengancam untuk membunuh Tokugawa Ieyasu, Oda Nobuhide ternyata tidak membunuh Tokugawa Ieyasu. Oda Nobuhide malah melindungi Tokugawa Ieyasu sebagai sanderanya di kuil Manshoji di Nagoya.

Menginjak tahun 1549, tepat diusianya yang ke-7 tahun, Tokuigawa Ieyasu mendapatkan kematian sang ayah. Dan di tahun yang sama pula, dengan adanya penyakit yang meliputi tubuh Oda Nobuhide, dirinya pun menemui ajalnya. Dan secara langsung, Oda Nobuhiro yang menjadi anak pertama Oda Nobuhide pun menjadi kepala klan yang baru. Mendengar kabar adanya transisi kepemimpinan, Klan Imagawa yang dipimpin Imagawa Sessai pun segera melancarkan serangan untuk menjatuhkan kekuatan Klan Oda.

Dalam penyerangan tersebut, ternyata Oda Nobuhiro pun tidak mampu mempertahankan istananya hingga keadaan semakin terpuruk. Hingga tahun 1549, 2 tahun setelah kematian Oda Nobuhide, Imagawa Sessai yang hampir menjatuhkan Klan Oda seluruhnya pun mencoba membuat kesepakatan dengan Oda Nobunaga, adik dari Oda Nobuhiro. Dalam kesepakatan tersebut, Imagawa Sessai memberikan opsi tentang keadaan klannya. Jika Oda Nobunaga setuju untuk tunduk kepada Klan Imagawa, maka tali keturunan Klan Oda akan dibiarkan, tapi jika tidak, Klan Oda pun terpaksa dihabisi.

Dengan melihat kesempatan emas tersebut, Oda Nobunaga pun kemudian menyetujui persyaratan Imagawa Sessai untuk menyerah. Hal ini tentu saja bertolak dengan kakaknya yang menginginkan untuk tetap bertahan. Karena perbedaan tersebutlah, tidak diketahui bagaimana selanjutnya, Oda Nobunaga pun kemudian menyerahkan Tokugawa Ieyasu kepada Imagawa Sessai untuk dijadikan sandera di usianya yang ke-9 tahun di Sumpu.

Dan dengan menjadinya Tokugawa Ieyasu sebagai sandera Klan Imagawa, secara tidak langsung, Tokugawa Ieyasu pun berangsur menjadi pengikut setia Klan Imagawa. Hingga memasuki tahun 1556, saat usia Tokugawa Ieyasu beranjak 15 tahun, Tokugawa Ieyasu yang sebelumnya masih menggunakan nama keluarganya, Matsudaira Takechiyo pun mengganti namanya menjadi Matsudaira Jirōsaburō Motonobu. Dan setahun selanjutnya, Tokugawa Ieyasu pun kmbali mengganti namanya menjadi Matsudaira Kurandonosuke Motoyasu setelah menikahi istri pertamanya.

Sebagai pengikut Klan Imagawa, setelah dinilai mencukupi umur, Tokugawa Ieyasu pun kemudian mendapatkan perintah untuk segera menyerang Klan Oda. Dan dalam penyerangannya tersebut, Tokugawa Ieyasu pun kemudian memenangkan pertempurannya di Terabe.

Melihat kekalahan yang menyedihkan pada Klan Oda, pada tahun 1560, Oda Nobunaga pun kemudian menjadikan dirinya sebagai kepala klan setelah Oda Nobuhiro meninggal. Dengan adanya pengangkatan Oda Nobunaga sebagai kepala klan baru, Oda Nobunaga pun kemudian membuat kesepakatan dengan Tokugawa Ieyasu.

Tidak diketahui dengan jelas memang bagaimana bentuk kesepakatan tersebut. Hanya saja, ketika Yoshimoto diangkat sebagai panglima tertinggi dari Klan Imagawa untuk menyerang kembali Klan Oda, Tokugawa Ieyasu enggan untuk membantu hingga menyebabkan kematian Yoshimoto itu sendiri di Pertempuran Okehazama.

Pembelotan Tokugawa Ieyasu tersebut diduga dengan adanya penyanderaan istri dan anaknya yang bernama Matsudaira (Tokugawa) Nobuyasu oleh Klan Imagawa. Itu sebab, setelah Yoshimoto menemui ajalnya, Tokugawa Ieyasu pun kemudian memecahkan diri dengan Klan Imagawa dan segera menduduki Kaminojo dan membangun istananya sendiri. Dan merasa mampu menjadi pemimpin, Tokugawa Ieyasu pun kemudian mrombak seluruh kepengurusan klannya dan menjadikannya sebagai kepala klan yang baru serta memposisikan beberapa panglim aperang yang disebarkan di tanah kelahirannya, Mikawa. Beberapa yang mnjadi manusia pilihannya meliputi Honda Tadakatsu, Ishikawa Kazumasa, Koriki Kiyonaga, Hattori Hanzō, Sakai Tadatsugu, dan Sakakibara Yasumasa.

Karir Tokugawa Ieyasu memang terbilang sangat mengesankan. Bahkan keajaiban pun kerap menemaninya. Bahkan dalam penguasaan tanah kelahirannya pun, Tokugawa Ieyasu yang sempat bersiteru dengan pasukan Mikawa Monto dan hampir menyebabkan kematiannya. Namun demikian, Tokugawa Ieyasu pun tidak kunjung mati.[3]

Memasuki tahun 1567, nama Tokugawa Ieyasu itu sendiri pun digunakannya secar resmi setelah sebelumnya menggunakan nama Matsudaira Kurandonosuke Motoyasu. Dan pada tahun berikutnya (1568), setelah Tokugawa Ieyasu berhasil memiliki wilayah kekuasannya sendiri, dirinya bersama Takeda Shingen pun sepakat untuk menggulingkan kekuasaan Klan Imagawa. Dan dengan adanya kesepakatan tersebut, keduanya pun berhasil menguasai wilayah kekuasaan Klan Imagawa, masing-masing diantaanya adalah Takeda Shingen yang menguasai provinsi Saruga dan Tokugawa Ieyasu sendiri berhasil menguasai provinsi Tōtōmi.

Merasa memiliki wilayah kekuasaan yang semakin luas, Tokugawa Ieyasu pun kemudian memutuskan untuk tidak kembali bekerjasama dengan Takeda Shingen. Mendengar kabar tidak mengenakkan tersebut, Takeda Shingen pun kemudian merangkul Klan Hōjō. Dan menginjak bulan Oktober 1571, Takeda Shingen bersama Klan Hōjō pun sepakat untuk menundukkan provinsi Tōtōmi.

Mendengar kemarahan dari pihak Klan Takeda, Tokugawa Ieyasu pun kemudian segera meminta bantuan kepada Klan Oda untuk mengirimkan pasukannya. Dan dengan dikirimnya bantuan dari Klan Oda, Tokugawa Ieyasu pun akhirnya menyepakati pertempurannya dengan Takeda Shingen pada tahun 1573. Dengan adanya pertempuran mereka yang disebut dengan Pertempuran Mikatagahara, Tokugawa Ieyasu akhirnya menemui kekalahannya yang sangat besar. Namun demikian, Tokugawa Ieyasu yang kembali selamat pun kembali membangun kekuatannya.

Sebuah keberuntungan kembali memihak kepada Tokugawa Ieyasu yang kemudian mendapatkan berita kematian Takeda Shingen di tahun bersamaan jatuhnya Tokugawa Ieyasu. Dan dengan kembali meminta bantuan Klan Oda, Tokugawa Ieyasu pun kembali merebut kekuasaannya yang pernah jatuh.

Dengan kematian Takeda Shingen, Klan Takeda pun kemudian dilanjutkan oleh anaknya, Takeda Katsuyori. Dan dengan peralihan kekuasaan tersebut, ternyata tidak mampu menjaga kekuatannya sebelumnya yang mampu mengusir Tokugawa Ieyasu dari provinsi Tōtōmi. Dan tepat pada tahun 1575, dengan bantuan tentara dari Klan Oda yang mencapai 30.000 pasukan, Tokugawa Ieyasu akhirnya mampu menundukkan wilayahnya kembali dengan mengusir Takeda Katsuyori kembali ke provinsi Kai pada tanggal 28 Juni 1575.

Meski Takeda Katsuyori telah kalah dalam pertempurannya, Takeda Katsuyori ternyata kembali mengatur rencananya untuk membalas dendam. Dalam pembalsan dendam tersebut, istri dan anak Tokugawa Ieyasu yang masih dijadikan sandera pun ditugasi untuk membunuh Oda Nobunaga karena telah melakukan kesalahan dengan membantu Tokugawa Ieyasu. Tepat pada tahun 1579, setelah Tokugawa Ieyasu mengetahui rencana Takeda Katsuyori yang menggunakan istri dan anaknya pun tidak ambil diam. Istrinya pun kemudian dihukum mati oleh Tokugawa Ieyasu itu sendiri dan sedang Matsudaira Nobuyasu, anaknya pun disuruh untuk melakukan seppuku.

Setelah urusan internal keluarganya usai, Tokugawa Ieyasu bersama pasukan Klan Oda pun kemudian menyerang pusat kekuatan Klan Takeda yang berada di provinsi Kai. Dan dalam Pertempuran Temmokuan itulah Takeda Katsuyori dan anaknya, Takeda Nobukatsu pun mengalami kekalahan dan kematiannya di tahun 1582.

Kematian Oda Nobunaga pada tahun 1582, menyebabkan dendam tersendiri bagi Tokugawa Ieyasu. Dengan dirinya yang berada di Osaka, Tokugawa Ieyasu pun mencoba untuk mengejar Akechi Mitsuhide, seorang yang telah membunuh Oda Nobunaga. Hanya sajka, usahanya tersebut pun sia-sia lantaran Toyotomi Hideyoshi ternyata lebih dahulu mengalahkan Akechi Mitsuhide dalam Pertempuran Yamazaki. Namun demikian, setelah Tokugawa Ieyasu mengetahui keterlibatan salah satu penguasa besar di provinsi Kai, Tokugawa Ieyasu pun mencoba mengisolasi provinsi tersebut dengan mengerahkan seluruh kekuatannya.

Di sisi lain, Hōjō Ujimasa, pemimpin tertinggi bagi Klan Hōjō pun juga mengerahkan pasukan besarnya untuk menghadang gerakan Tokugawa Ieyasu. Hanya saja, keduanya akhirnya sepakat untuk tidak mengangkat senjatanya masing-masing setelah terjadi pertemuan diantara keduanya. Dalam kesepakatan tersebut, Tokugawa Ieyasu berhak mengatur dan mengambil alih kekuasaan di seluruh wilayah provinsi Kai dan Shinano, sedang Hōjō Ujimasa mendapatkan wilayah provinsi Kazusa. Dan di tahun yang bersamaan, tahun 1583, Toyotomi Hideyoshi pun kemudian menjadi seorang daimyo yang berkuasa sebagai pengganti kekuasaan Oda Nobunaga setelah mengalahkan Shibata Katsuie.

Sebagai dua individu yang sama-sama ingin menguasai Jepang secara utuh, Tokugawa Ieyasu dan Toyotomi Hideyoshi pun akhirnya terlibat dalam pertikaian. Dengan dikirimnya pasukan Tokugawa Ieyasu untuk menundukkan provinsi Owari, Toyotomi Hideyoshi pun melakukan hal yang serupa untuk menantang kekuatan Tokugawa Ieyasu. Hanya saja, dalam kesempatan kali pertama tersebut, pasukan Toyotomi Hideyoshi ternyata tidak mempu membendung kekuatan Tokugawa Ieyasu. Namun demikian, setelah beberapa waktu kemudian, Toyotomi Hideyoshi pun akhirnya melakukan negosiasi dengan lawannya tersebut. Dan dalam kesepakatannya, Toyotomi Hideyoshi pun memebrikan keamanan kepada Oda Nobuo dan membiarkan Tokugawa Ieyasu kembali dengan urusannya. Dan sebagai jaminannya, O Gi Maru atau yang kemudian dikenal dengan Yūki (Matsudaira) Hideyasu, anak kedua Tokugawa Ieyasu pun harus dijadikan sandera dan anak angkat dari Toyotomi Hideyoshi.

Meski keduanya akhirnya memilih jalan perdamaian, ketika Toyotomi Hideyoshi yang sedang melakukan penyerangan di Shikoku dan Kyushu pun tidak mendapatkan bantuan dari Tokugawa Ieyasu itu sendiri.

Di tahun 1590, Toyotomi Hideyashi pun kemudian terlibat bentrok dengan Klan Hōjō. Dalam bentrokan tersebut, Toyotomi Hideyoshi meminta kepada Hōjō Ujimasa, seorang penguasa dari Klan Hōjō yang menguasai 8 provinsi di Kantō untuk segera tunduk kepadanya. Namun usulan tersebut pun kemudian ditolak Hōjō Ujimasa. Merasa ditolak, Toyotomi Hideyoshi pun segera melancarkan serangannya. Sedang di sisi lain, Hōjō Ujimasa yang sebelumnya menjadi rekan Tokugawa Ieyasu pun segera meminta bantuan.

Dalam pertempuran tersebut, Toyotomi Hideyoshi pun kemudain dihadapkan dengan pasukan gabungan Hōjō Ujimasa-Tokugawa Ieyasu yang sebesar 60.000 Samurai yang terlatih. Namun haltersebut tentu tidak sepadan dengan pasukan Toyotomi Hideyoshi itu sendiri yang mencapai 160.000 pasukan. Dan selama pertempuran berlangsung di Istana Odawara, Toyotomi Hideyoshi yang mengetahui keterlibatan Tokugawa Ieyasu yang membantu Hōjō Ujimasa pun kemudian mencoba membuat kesepakatan. Dalam kesepakatan tersebut, Toyotomi Hideyoshi yang menginginkan wilayah Klan Hōjō pun memberikan 5 dari 8 provinsi kekuasaan Hōjō Ujimasa kepada Tokugawa Ieyasu jika dirinya mau berdiri di belakang (tunduk) Toyotomi Hideyoshi.

Merasa ingin memiliki daerah kekuasaan yang lebih luas, Tokugawa Ieyasu pun kemudian menerima kesepakatan tersebut dan menghianati Hōjō Ujimasa. Dalam pertempuran tersebut, Tokugawa Ieyasu bersama Toyotomi Hideyoshi pun akhirnya mampu mengalahkan Hōjō Ujimasa. Dan sesuai perjanjiannya, Tokugawa Ieyasu pun kemudian mendapatkan 5 provinsinya dan tunduk kepada Toyotomi Hideyoshi. 5 provinsi yang dikuasainya kemudian meliputi Mikawa itu sendiri, Tōtōmi, Suruga, Shinano, dan Kai.

Dalam pengaruh kekuasaannya yang baru, Tokugawa Ieyasu pun kemudain mengerahkan seluruh pasukannya ke selkuruh wilayah kekuasaannya tersebut dan mendirikan Istana Edo di Kantō. D\Sedang dalam pergerakan internalnya, Tokugawa Ieyasu yang akhirnya menguasai wilayah Klan Hōjō pun mengambil alih seluruh pasukannya yang tersisa. Bukan hanya itu saja, Tokugawa Ieyasu ternyata juga merombang seluruh tatanan Kantō. Tokugawa Ieyasu kemudian mengisolasi dari seluruh peradaban Jepang yang sedang kalut dan mengatur segi keekonomiannya berdasarkan aturan Toyotomi Hideyoshi. Bahkan ketika Toyotomi Hideyoshi sedang melakukan invasinya ke Joseon, Tokugawa Ieyasu pun tidak mengambil peran. Lantaran kekuatan Tokugawa Ieyasu semakin besar, dirinya pun kemudian dikenal sebagai daimyo kedua yang berpengaruh saat itu. Hingga akhirnya Tokugawa Ieyasu sendiri menjadi seorang yang paling dimusuhi dikalangan pengikut keluarga Toyotomi saat Toyotomi Hideyoshi menemui ajalnya.

Setelah kematian Toyotomi Hideyoshi tersebut, Tokugawa Ieyasu yang kemudian bentrok dengan Ishida Mitsunari pun akhirnya mampu menguasai keseluruhan Jepang dengan diangkatnya dirinya mejadi Sei I Tai Shogun oleh Kaisar Goyōzei pada tahun 1603 setelah menang dari Pertempuran Sekigahara (15 September 1600).
2 tahun setelah dirinya menjadi Shogun, Tokugawa Ieyasu pun kemudian menyerahkan jabatannya kepada sang anak, Tokugawa Hidetada pada tahu 1605. Hanya saja, Tokugawa Ieyasu yang kemudian menempati Istana Sunpu pun masih mendikte kekuasaan anaknya hingga kematiannya sendiri. Dan dalam pendikteannya, Tokugawa Ieyasu yang menjabat sebagai Ōgosho (pensiunan Shogun) pun melanjutkan pembangunan Istana Edo[4] yang belum kelar.

Di akhir hayatnya, Tokugawa Ieyasu yang sedang mengidap penyakit kanker (sebagian data menyebuitkan penyakitnya adalah syphilis) akhirnya meninggal pada usianya yang ke-73 tahun pada tanggal 1 Juni 1616. Dan kematiannya sendiri pada awlanya di percaya di kuburkan di makam Gongen yang dibangun dengan besar dan indah di Kunōzan (Kunōzan Tōshōgū). Dan setahun kemudian, setelah perayaan kematiannya, makam Tokugawa Ieyasu pun dipindahkan ke kuil Nikkō (Nikkō Tōshōgū).
Kematiannya tersebut, Tokugawa Ieyasu akhirnya meninggalkan 19 istri (dan selir/dayang/simpanan) beserta 11 putra dan 5 putri serta cucu. Kesebelas putranya tersebut adalah Matsudaira Nobuyasu, Yūki Hideyasu, Tokugawa Hidetada, Matsudaira Tadayoshi, Takeda Nobuyoshi, Matsudaira Tadateru, Matsuchiyo, Senchiyo, Tokugawa Yoshinao, Tokugawa Yorinobu, dan Tokugawa Yorifusa. Dan kelima putrinya adalah Kame Hime, Toku Hime, Furi Hime, Matsu Hime, Eishōin Hime, dan Ichi Hime. Sedang cucu yang ditinggalkankannya yang dilahirkan semasa Tokugawa Ieyasu masih hidup adalah Tokugawa Yorinobu (daimyo provinsi Kii), Tokugawa Yoshinao (daimyo provinsi Owari), dan Tokugawa Yorifusa (daimyo provinsi Mito).[5]


[1] Sang ayah, Matsudaira Hirotada menginginkan untuk menjadi pengikut Klan Imagawa, sedang sang kakek, Matsudaira Kiyiyasu menginginkan menjadi pengikut Klan Oda.
[2] Timon Screech dalam “Secret Memoirs of the Shoguns: Isaac Titsingh and Japan, 1779-1882” (2006), hal. 85
[3] Mikawa Monto adalah sebuah daerah yang berada di provinsi Mikawa itu sendiri. Namun dalam kebijakannya, Mikawa Monto lebih cendeung mengikuti provinsi Kaga. Dalam wilayahnya tersebut, Mikawa Monto terkenal dengan bayaknya kuil-kuil. Dan perihal pertikaian yang terjadi antara Tokugawa Ieyasu dengan pasukan Mikawa Monto disebabkan oleh penolakan terhadap Tokugawa Ieyasu yang ingin kemnguasai wilayah Mikawa seluruhnya.
[4] Istana Edo kemudian dikenal sebagai istana terbesar diseluruh kawasan Jepang. Dan istana tersebut akan digunakan Tokugawa Ieyasu sebagai tempat peristirahatannya yang terakhir.
[5] http://en.wikipedia.org/wiki/tokugawa_ieyasu

Rabu, 10 November 2010

Hari Pahlawan - Surabaya Setelah Pendudukan Jepang 10 Nopember 1945


Di Indonesia, tanggal 10 Nopember selalu diperingati sebagai Hari Pahlawan. Tentu saja ini sangat menarik bagi pembacfa untuk mengetahui bagaimana dan mengapa tanggal 10 Nopember diperingati sebagai Hari Pahlawan.
Dimulai dengan adanya proklamasi kemerdekaan Indonesia atas Jepang pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia rupanya tidak benar-benar merdeka. Meski tanggal 17 Agustus 1945 dinyatakan sebagai Hari Kemerdekaan Indonesia, Jepang yang merupakan negara anggota dari Aliansi Axis pun masih meninggalkan ‘warisan’ kepada tentara sekutu.
Seperti yang diketahuui, Amerika yang setelah peristiwa Pengeboman Pearl Harbor pada 7 Desember 1941 pun kemudian menyatakan resmi memasuki PD II pada keesokan harinya. Hal tersebut berarti menandakan bahwa Amerika dengan pasti bergabung dengan Inggris dan Negara-negara anti-Jerman pun kemudian mendeklarasikan diri sebagai kelompok sekutu. Diantara empat Negara terbesarnya dalah Amerika itu sendiri, Inggris, Rusia, dan China.
Pada masa sebelumnya, Jepang yang semula hendak menjalin kerjasama dengan Amerika tentang perdamaian kedua Negara tersebut akhirnya tidak mendapatkan jalan keluar. Itu sebab, bersamaan dengan penyerangannya di Pearl Harbor, Jepang pun kemudian mulai menginvasi kawasan Indochina, termasuk Indonesia.
Invasi Jepang terhadap Indonesia rupanya mampu menjadikan Negara Sakura tersebut dengan cepat mengalahkan Belanda –yang menjadi bagian dari negara sekut di Indonesia. Namun dengan adanya ultimatum yang dikeluarkan oleh Amerika setelah menggelar Konferensi Postdam pada 17 Juli 1945 yang kemudian menghasilkan Deklarasi Postdam pada 26 Juli 1945, menyatakan bahwa Jepang harus menyerah tanpa syarat.
Meski kekuatan Aliansi Axis telah mengalami kekalahan mutlak setelah Italia mengkudeta Benito Mussolini dan beralih ke pihak sekutu, Jerman yang menyatakan menyerah setelah Adolf Hitler diumumkan telah bunuh diri, Jepang tidak kunjung menyatakan menyerah kepada sekutu. Namun demikian, Jepang mewacanakan tentang perundingan perdamaian dengan Amerika. Sedang di sisi lain, negara sekutu sudah tidak lagi membutuhkan pembicaran yang menyebabkan keuntungan untuk Jepang. Dengan atas nama Amerika dan sekutu, pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945, sebuah bom atom pun dijatuhkan di masing-masing wilayah Hiroshima dan Nagasaki. Dan pada   tanggal 9 Agustus 1945 itu pula, Jerman pun kemudian menginvasi tentara Jepang yang berada di Manchukuo.
Dengan adanya peristiwa pengeboman tersebut, Amerika pun kemudian kembali mengultimatum Jepang untuk menyerah atau akan dibumi-hanguskan. Mendengar hal tersebut, Jepang yang dipimpin oleh Kaisar Hirohito pun kemudian mengumumkan negaranya menerima Deklarasi Postdam untuk menyerah tanpa syarat pada tanggal 15 Agustus 1945.
Secara terpisah, di Indonesia, pada tanggal 10 Agustus 1945, Sutan Syahrir –yang kemudian menjadi Perdana Menteri Indonesia pertama pun mendapatkan kabar bahwa Jepang juga akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia pada tanggal 10 Agustus 1945. Namun demikian hingga tanggal 12 Agustus 1945, Sutan Syahrir yang masih melayat ke Vietnam pun tidak kunjung menerima kabar bahwa Jepang telah menyerah. Namun, Marsekal Hisaichi Terauchi, pemimpin pasukan Angkatan Darat Jepang untuk Asia yang telah melarikan diri ke Vietnam pun memberikan informasi kepada Sutan Syahrir bahwa negaranya akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia secepatnya.
Dan dua hari setelahnya, Sutan Syahrir pun kemudian meminta Soekarno dan Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaannya. Meski pada awalnya internal pejabat Indonesia terlibat konflik antara segera memproklamasikan kemerdekaannya dan tidak terburu-buru, Indonesia pada 17 Agustus 1945 pun kemudian meprklamirkan diri merdeka dari Jepang. Sebagai catatan penting, Indonesia memang tidak pernah merdeka dari Belanda Karena dengan adanya kedatangan Jepang di Indonesia pada 1 Maret 1942, satu minggu setelahnya, tanggal 8 Maret 1942, Belanda menyatakan menyerah tanpa syarat ke Jepang. Itu berarti, Indonesia resmi telah diduduki oleh Jepang.
Dengan adanyanya Jepang yang menyerah kepada sekutu, Inggris yang juga menjadi bagain dari anggota sekutu pun kemudian mendarat di Indonesia 15 September 1945 di Indonesia di Jakarta. Sedang di Surabaya, Inggris yang sebelumnya telah menjalin hubungan kerjasama dengan Belanda pun mengirimkan pasukan tentaranya pada tanggal 25 Oktober 1942. Kedatangan Inggris yang bertugas untuk melucuti senjata Jepang rupanya juga memiliki niatan lainnya, yaitu ingin mengembalikan fungsi administrasinya kembali ke Belanda.
Indonesia yang tela memproklamiran diri dari kemerdekaannya pun pada tanggal 31 Agustus 1945 mengeluarkan kabijaksanaan untuk mengibarkan bendera negaranya (Sang Saka Merah Putih) mulai pada keesokan harinya tanggal 1 September 1945. Hanya saja, pada tanggal 18 September 1945 di Surabaya, di bawah komando W.V.Ch Ploegman mengibarkan bendera Belanda tanpa persetujuan pemerintah Indonesia di Surabaya di tiang pada tingkat teratas Hotel Yamato. Dan dengan adanya kejadian tersebut, para pemuda Surabaya yang melihatnya pun menjadi marah karena menganggap Belanda telah menghina kedaulatan Indonesia.
Mengetahui adanya massa yang kelewat banyak, Residen Sudirman, pejuang dan diplomat yang saat itu menjabat sebagai Wakil Residen (Fuku Syuco Gunseikan) yang masih diakui pemerintah Dai Nippon Surabaya Syu, sekaligus sebagai Residen Daerah Surabaya Pemerintah RI pun mencoba melakukan perundingan dengan dikawal Sidik dan Hariyono. Namun demikian, dari hasil perundingannya dengan W.V.Ch Ploegman tidak menemukan hasil terang karena W.V.Ch Ploegman menolak untuk menurunkan bendera Belanda dan menolak untuk mengakui kedaulatan Indonesia. Dengan adanya jawab yang diberikan oleh pihak Belanda, situasi pun kemudian memanas hingga W.V.Ch Ploegman mengeluarkan pistol dan terjadi perkelahian hingga menewaskan W.V.Ch Ploegman ditangan Sidik, sementara Sudirman dan Hariyono melarikan diri ke luar Hotel Yamato.
Dengan adanya insiden tersebut, pada tanggal 27 Oktober 1945 antara Indonesia dan  Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI atau tentara gabungan Inggris-India dan Hindia-Belanda) pun terlibat pertempuran kecil yang kemudian membesar. Meski pada akhirnya Inggris yang diwakili Jenderal D.C. Hawthorn meminta bantuan Presiden Sukarno untuk meredakan situasi dan mengadakan gencatan senjata, rupanya tidak membuahkan hasil malah menyebabkan kematian Brigadir Jenderal (Brigjen) Aubertin Mallaby, pimpinan tentara Inggris untuk Jawa Timur.
Kematian Brigjen Aubertin Mallaby pada 30 Oktober 1945 tersebut rupanya membawa dampak yang lebih buruk. Inggris yang kemudian marah pun kemudian mengutus Mayor Jenderal (Mayjen) Eric Carden Robert Mansergh untuk menggantikan posisi Brigjen Aubertin Mallaby. Dan dengan menjadinya Mayjen Eric Carden Robert Mansergh sebagai pimpinan tentara Inggris untuk Jawa Timur, dia pun kemudian mengultimatum warga Surabaya untuk segera meletakkan senjatanya hingga batas akhir pada tanggal 10 Nopember 1945 pukul 6 (enam) pagi.
Meski Inggris telah memberikan ultimatum, rupanya warga Surabaya atau yang kemudian dikenal dengan “Arek-arek Suroboyo” tersebut tidak mengindahkannya. Dan mengetahui hal tersebut, Surabaya yang kemudian dianggap membangkang pun mendapatkan serangan yang hebat dari Inggris dengan menggunakan pesawat tempur, tank, hingga bom. Dengan adanya pertempuran yang tidak terkendali tersebut, Indonesia secara keseluruhan pun kemudian terlibat pertempuran melawan tentara gabungan Inggris, Belanda, dan India (Hindia-Belanda). Meski pada akhirnya Indonesia dapat ditaklukkan, dengan adanya tekanan internasional, pada tanggal 27 Desember 1949, Belanda pun kemudian menyerahkan kemerdekaan Indonesia sepenuhnya dan membangun Republik Indonesia Serikat. Namun demikian, pada tanggal 17 Agustus 1950, Presiden Sukarno pun kemudian kembali memproklamasikan Indonesia sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dan untuk memperingati perjuangan Surabaya dalam melawan “jajahan” Belanda pada tanggal 10 Nopember 1945, pada tanggal tersebut, oleh pemerintahan Indonesia pu dijadikan sebagai Hari Pahlawan.

Rekaman Video pidato Bung Tomo

http://www.youtube.com/watch?v=zm_XZWHhayA&feature=player_embedded

Selasa, 17 Agustus 2010

Peringatan Akhir PD II di Jepang


Bulan Agustus rupanya menjadi momen yang penting bagi banyak negara, tidak terkecuali Jepang. Meski sebagian negara merayakan pesta kemenangannya, rupanya Jepang tidak demikian. Pada beberapa tahun silam tepatnya 15 Agustus 1945, Jepang diporak porandakan oleh sekutu Amerika. Kejadian tersebut diawali ketika Jepang menyatakan perang terhadap Amerika melalui serangan 7 Desember 1941 di Pearl Harbor. Mendapatkan tantangan tersebut, Amerika pun kemudian membalas serangan Jepang dengan menghancurkan wilayah Tokyo, Osaka, Hiroshima, Nagasaki, dan kota-kota besar lainnya. Dan dengan adanya penyerangan terhadap Jepang tersebut, Amerika yang sebelumnya hanya ingin meredam aksi peperangan dunia pun turut bergabung dalam Perang Dunia (PD) II.
Sejarah penyerangan Jepang terhadap Amerika ini dimulai ketika Jepang telah bergabung dengan negara-negara pemenang Perang Dunia (PD) I. Dan dengan bergabungnya kekuatan Jepang terhadap negara pemenang peperangan tersebut, maka Jepang pun memiliki keinginan untuk memperluas wilayah kekuasaannya melalui Manchuria hingga mampu mendudukinya pada tahun 1931. Kemenangan Jepang atas Manchuria ini rupanya tidak disenangi oleh negara-negara yang tergabung dalam Liga Bangsa-bangsa (LBB). Itu sebab, negara-negara yang tergabung dalam LBB pun sepakat untuk mengecam aksi Jepang pada dua tahun berikutnya, 1933.
Merasa tertekan, negara yang menjadi Anggota Dewan 4 Negara Permanen sejak awal ini pun kemudian sepakat untuk mundur dari keanggotaannya pada 27 Maret 1933. Pengunduran diri ini didasari oleh sikap Amerika yang terus mendesak Jepang untuk menarik pasukannya di Manchuria. Meski mendapatkan tekanan seperti itu, Jepang yang telah bersekutu dengan Inggris dan Belanda ini pun tidak kunjung mundur dan malah memasuki wilayah China pada tahun 1937. Melihat kelakuan Jepang yang semakin menjadi, Amerika pun kemudian meng-embargo minyak untuk Jepang. Merasa sakit hati, Jepang yang menganggap Amerika sebagai batu penghalangnya pun segera disingkirkan melalui Pengeboman Pearl Harbor.
Tentang Pearl Harbor, pangkalan militer ini menjadi titik utama jalur pengiriman minyak dunia untuk negara-negara Asia. Dan dengan adanya embargo untuk Jepang, dan juga dianggap sebagai pangkalan militer terkuat Amerika, sekitar pukul 7.53 pagi waktu Amerika pada tanggal 7 Desember 1941, Jepang melalui serangan udaranya pun berhasil ‘menghancurkan’ Amerika.
Dengan kehancuran pangkalan militer yang terletak di kepulauan Hawaii dan Pearl Harbor tersebut, melalui Kongres Amerika Serikat yang ditandatangani oleh Presiden Amerika Franklin D. Roosevelt pada 8 Desember 1941, Amerika pun menyatakan perang terhadap Jepang. Namun di sisi lain, negara yang bersekutu dengan Jepang, Jerman Nazi di bawah pimpinan Adolf Hitler pun menyatakan perang terhadap Amerika hingga pecah PD II. Hanya saja, dengan adanya pengembalian kekuatan dalam kubu Amerika yang juga didukung oleh Britania Raya, Australia, India, dan Selandia Baru ini, Amerika mampu membalikkan kedudukan.
Memasuki PD II, dengan adanya kampanye militer di Samudra Pasifik, Jepang kehilangan wilayah-wilayah kekuasaannya yang pernah dimenangkan sebelumnya. Itu sebab, Jepang yang dalam kondisi inkondusif pun mendapatkan serangan bom atom hingga mendesak Jepang menarik pasukannya dari PD II. Aksi penarikan pasukan Jepang akibat desakan Amerika ini turut menjadikan tentara sekutu lainnya termasuk Inggris dan Jerman Nazi mulai menarik diri dari PD II.
 Bersamaan dengan hancurnya wilayah-wilayah utama di Jepang pada tanggal 15 Agustus 1945, Kaisar Showa pun mengeluarkan pernyataan tentang penyerahan diri dan tunduk terhadap Amerika. Dan dengan adanya kekalahan tersebut, Jepang pun menjadikan tanggal tersebut sebagai Hari Berkabung Nasional. Itu sebab, tiap tahunnya Jepang melakukan ziarah di Kuil Yasukuni.
Kuil Yasukuni atau dalam bahasa Jepang disebut dengan Yasukuni Jinja ini merupakan kuil Shinto di Tokyo-Jepang yang dibangun untuk mengenang para warga Jepang yang tewas dalam perang yang terjadi dimulai tahun 1853 dalam krisis nasional. Pada mulanya, kuil ini didirikan pada 1869 oleh Kaisar Meiji dengan nama Kuil Shokonsha. Namun dengan adanya keinginan Kaisar Meiji untuk menjadikan kuil ini sebagai bukti perdamaian dunia, maka di tahun 1879 kuil ini pun berganti nama sesuai dengan fungsinya, Yasukuni Jinja atau diartikan sebagai “kuil bangsa damai”.
Meski dalam kuil ini tercatat 2.466.495 jiwa telah gugur dalam perang yang dimulai dari Perang Boshin, Perang Seinan, Perang Sino-Jepang I & II, Perang Rusia-Jepang, Ekspansi Manchuria, hingga PD I & II, rupanya tidak menjadikan negara Republik Rakyat China, Taiwan, dan Korea turut bangga seperti Jepang yang mengenang mereka karena perjuangannya dan dianggap sebagai pahlawan. Ketidak sukaan negara-negara yang turut menjadi korban kekuasaan Jepang ini diakibatkan setelah didata, rupanya dalam kuil tersebut juga mencatat keempat belas nama yang dianggap sebagai penjahat perang kelas A, yaitu tokoh antagonis yang turut mengakibatkan PD II termasuk Perdana Menteri ke-27 Hideki Tojo. Itu sebab, Naoto Kan, Perdana Menteri Jepang ke-61 pun mulai merubah kebiasaan untuk tidak menghadiri Kuil Yasukuni.
Dalam memperingati hari kekalahan Jepang dengan sekutu Amerika pada 15 Agustus 2010, Naoto Kan lebih memilih Budokan Hall Tokyo untuk memperingatinya. Meski pemimpin partai pengusungnya, Liberal Democratic Party of Japan (LDPJ) Sadakazu Tanigaki dan mantan Perdana Menteri ke-57 Shinzō Abe beserta 40 Legislator mengunjungi kuil tersebut, Naoto Kan beserta kabinetnya tidak mengunjungi. Namun demikian, Perdana Menteri yang memiliki catatan politik yang matang tersebut tidak lupa mengucapkan bela sungkawanya terhadap negara-negara yang dirugikan oleh Jepang.

Berikut adalah kutipan pidato tentang permintaan maafnya, “...Kami sudah mengakibatkan kerusakan besar dan penderitaan bagi banyak negara selama perang terjadi. Khususnya rakyat Asia. Kami juga menyatakan penyesalan mendalam dan ingin mengucapkan belasungkawa kepada para korban serta keluarganya. Kami tegaskan kembali janji kami untuk tidak lagi melancarkan peperangan dan berupaya sangat maksimal untuk menciptakan perdamaian dunia abadi dan tidak akan pernah mengulang kesalahan perang ini.”

Referensi:
Jawa Pos, Senin 16 Agustus 2010 (hal. 10)
Republika.co.id, 15 Agustus 2010 13:09wib
Wikipedia.com, 16 Agustus 2010 08:47wib

Peringatan Akhir PD II di Jepang


Bulan Agustus rupanya menjadi momen yang penting bagi banyak negara, tidak terkecuali Jepang. Meski sebagian negara merayakan pesta kemenangannya, rupanya Jepang tidak demikian. Pada beberapa tahun silam tepatnya 15 Agustus 1945, Jepang diporak porandakan oleh sekutu Amerika. Kejadian tersebut diawali ketika Jepang menyatakan perang terhadap Amerika melalui serangan 7 Desember 1941 di Pearl Harbor. Mendapatkan tantangan tersebut, Amerika pun kemudian membalas serangan Jepang dengan menghancurkan wilayah Tokyo, Osaka, Hiroshima, Nagasaki, dan kota-kota besar lainnya. Dan dengan adanya penyerangan terhadap Jepang tersebut, Amerika yang sebelumnya hanya ingin meredam aksi peperangan dunia pun turut bergabung dalam Perang Dunia (PD) II.
Sejarah penyerangan Jepang terhadap Amerika ini dimulai ketika Jepang telah bergabung dengan negara-negara pemenang Perang Dunia (PD) I. Dan dengan bergabungnya kekuatan Jepang terhadap negara pemenang peperangan tersebut, maka Jepang pun memiliki keinginan untuk memperluas wilayah kekuasaannya melalui Manchuria hingga mampu mendudukinya pada tahun 1931. Kemenangan Jepang atas Manchuria ini rupanya tidak disenangi oleh negara-negara yang tergabung dalam Liga Bangsa-bangsa (LBB). Itu sebab, negara-negara yang tergabung dalam LBB pun sepakat untuk mengecam aksi Jepang pada dua tahun berikutnya, 1933.
Merasa tertekan, negara yang menjadi Anggota Dewan 4 Negara Permanen sejak awal ini pun kemudian sepakat untuk mundur dari keanggotaannya pada 27 Maret 1933. Pengunduran diri ini didasari oleh sikap Amerika yang terus mendesak Jepang untuk menarik pasukannya di Manchuria. Meski mendapatkan tekanan seperti itu, Jepang yang telah bersekutu dengan Inggris dan Belanda ini pun tidak kunjung mundur dan malah memasuki wilayah China pada tahun 1937. Melihat kelakuan Jepang yang semakin menjadi, Amerika pun kemudian meng-embargo minyak untuk Jepang. Merasa sakit hati, Jepang yang menganggap Amerika sebagai batu penghalangnya pun segera disingkirkan melalui Pengeboman Pearl Harbor.
Tentang Pearl Harbor, pangkalan militer ini menjadi titik utama jalur pengiriman minyak dunia untuk negara-negara Asia. Dan dengan adanya embargo untuk Jepang, dan juga dianggap sebagai pangkalan militer terkuat Amerika, sekitar pukul 7.53 pagi waktu Amerika pada tanggal 7 Desember 1941, Jepang melalui serangan udaranya pun berhasil ‘menghancurkan’ Amerika.
Dengan kehancuran pangkalan militer yang terletak di kepulauan Hawaii dan Pearl Harbor tersebut, melalui Kongres Amerika Serikat yang ditandatangani oleh Presiden Amerika Franklin D. Roosevelt pada 8 Desember 1941, Amerika pun menyatakan perang terhadap Jepang. Namun di sisi lain, negara yang bersekutu dengan Jepang, Jerman Nazi di bawah pimpinan Adolf Hitler pun menyatakan perang terhadap Amerika hingga pecah PD II. Hanya saja, dengan adanya pengembalian kekuatan dalam kubu Amerika yang juga didukung oleh Britania Raya, Australia, India, dan Selandia Baru ini, Amerika mampu membalikkan kedudukan.
Memasuki PD II, dengan adanya kampanye militer di Samudra Pasifik, Jepang kehilangan wilayah-wilayah kekuasaannya yang pernah dimenangkan sebelumnya. Itu sebab, Jepang yang dalam kondisi inkondusif pun mendapatkan serangan bom atom hingga mendesak Jepang menarik pasukannya dari PD II. Aksi penarikan pasukan Jepang akibat desakan Amerika ini turut menjadikan tentara sekutu lainnya termasuk Inggris dan Jerman Nazi mulai menarik diri dari PD II.
 Bersamaan dengan hancurnya wilayah-wilayah utama di Jepang pada tanggal 15 Agustus 1945, Kaisar Showa pun mengeluarkan pernyataan tentang penyerahan diri dan tunduk terhadap Amerika. Dan dengan adanya kekalahan tersebut, Jepang pun menjadikan tanggal tersebut sebagai Hari Berkabung Nasional. Itu sebab, tiap tahunnya Jepang melakukan ziarah di Kuil Yasukuni.
Kuil Yasukuni atau dalam bahasa Jepang disebut dengan Yasukuni Jinja ini merupakan kuil Shinto di Tokyo-Jepang yang dibangun untuk mengenang para warga Jepang yang tewas dalam perang yang terjadi dimulai tahun 1853 dalam krisis nasional. Pada mulanya, kuil ini didirikan pada 1869 oleh Kaisar Meiji dengan nama Kuil Shokonsha. Namun dengan adanya keinginan Kaisar Meiji untuk menjadikan kuil ini sebagai bukti perdamaian dunia, maka di tahun 1879 kuil ini pun berganti nama sesuai dengan fungsinya, Yasukuni Jinja atau diartikan sebagai “kuil bangsa damai”.
Meski dalam kuil ini tercatat 2.466.495 jiwa telah gugur dalam perang yang dimulai dari Perang Boshin, Perang Seinan, Perang Sino-Jepang I & II, Perang Rusia-Jepang, Ekspansi Manchuria, hingga PD I & II, rupanya tidak menjadikan negara Republik Rakyat China, Taiwan, dan Korea turut bangga seperti Jepang yang mengenang mereka karena perjuangannya dan dianggap sebagai pahlawan. Ketidak sukaan negara-negara yang turut menjadi korban kekuasaan Jepang ini diakibatkan setelah didata, rupanya dalam kuil tersebut juga mencatat keempat belas nama yang dianggap sebagai penjahat perang kelas A, yaitu tokoh antagonis yang turut mengakibatkan PD II termasuk Perdana Menteri ke-27 Hideki Tojo. Itu sebab, Naoto Kan, Perdana Menteri Jepang ke-61 pun mulai merubah kebiasaan untuk tidak menghadiri Kuil Yasukuni.
Dalam memperingati hari kekalahan Jepang dengan sekutu Amerika pada 15 Agustus 2010, Naoto Kan lebih memilih Budokan Hall Tokyo untuk memperingatinya. Meski pemimpin partai pengusungnya, Liberal Democratic Party of Japan (LDPJ) Sadakazu Tanigaki dan mantan Perdana Menteri ke-57 Shinzō Abe beserta 40 Legislator mengunjungi kuil tersebut, Naoto Kan beserta kabinetnya tidak mengunjungi. Namun demikian, Perdana Menteri yang memiliki catatan politik yang matang tersebut tidak lupa mengucapkan bela sungkawanya terhadap negara-negara yang dirugikan oleh Jepang.

Berikut adalah kutipan pidato tentang permintaan maafnya, “...Kami sudah mengakibatkan kerusakan besar dan penderitaan bagi banyak negara selama perang terjadi. Khususnya rakyat Asia. Kami juga menyatakan penyesalan mendalam dan ingin mengucapkan belasungkawa kepada para korban serta keluarganya. Kami tegaskan kembali janji kami untuk tidak lagi melancarkan peperangan dan berupaya sangat maksimal untuk menciptakan perdamaian dunia abadi dan tidak akan pernah mengulang kesalahan perang ini.”

Referensi:
Jawa Pos, Senin 16 Agustus 2010 (hal. 10)
Republika.co.id, 15 Agustus 2010 13:09wib
Wikipedia.com, 16 Agustus 2010 08:47wib

Rabu, 21 Juli 2010

GINZA –Distrik Termahal Dunia


Sudah tidak dapat dipungkiri, Jepang yang dulu sempat menjadi mati akibat ledakan di Hiroshima dan Nagasaki pada 15 Agustus 1945 silam, secara pesat menunjukkan kemajuannya. Dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnya, Jepang memang sudah pantas dikatakan sebagai negara yang maju dan mandiri. Hal ini tentu dikarenakan hampir seluruh bidang telah dikuasainya, terlebih lagi informatika dan teknologinya. Sudah banyak merk-merk ternama yang telah dinikmatai banyak kalangan, baik produk televisi, sepeda motor, mobil, hingga kerajinan-kerajinan kecil lainnya. Dengan wilayah seluas 377,944 km2, negara yang kerap disebut sebagai Negara Sakura ini seolah tidak pernah menyerah dalam mengembangkan negaranya.

Meski Jepang berhasil menjadi negara “product monster”, Jepang tidak pernah lupa dengan daratan. Di tengah kemudahan seseorang menggunakan alat-alat modern buatan negaranya sendiri, Jepang rupanya masih menjunjung tinggi nilai-nilai keluhuran. Seperti yang diajarkan dalam aliran kepercayaannya, Shinto, yang kemudian dijadikan agama rasmi negara, warga Jepang diajarkan untuk selalu menghormati arwah nenek moyang. Dan karena ajaran Shinto selalu kembali ke masa lalu, tentu saja Jepang pun tidak mencampurnya dengan hal-hal yang telah dimodernisasikan.

Sebagai negara kebudayaan, Jepang yang seolah memiliki jadwal rutin tiap bulannya untuk melakukan upacara keagamaan dan atau keadatan pun “melepaskan semua baju” yang dinilai modern. Tentang keefisiensian melakukan ritual dan kemodernan media, semuanya telah ditinggalkan. Ginza misalnya, sebuah wilayah berkelas yang berada di kawasan Chūō, Tokyo ini memiliki banyak keunikan.

Wilayah yang terletak di sebelah selatan Yaesu dan Kyōbashi, barat Tsukiji, timur Yūrakuchō dan Uchisaiwaichō, serta utara Shinbashi ini dikenal sebagai wilayah kelas atas. Bahkan di wilayah ini, kopi seharga 10 USD. Ini berarti, jika $ 1 dikisarkan mencapai ¥ 87 (sesuai dengan pertukaran mata uang per tanggal 21 Juli 2010), tentu untuk meminum kopi saja, seseorang harus mengeluarkan ¥ 870 atau setara dengan Rp 89.610 (¥ 1 = Rp 103,7714).

Sebagai wilayah berkelas, Ginza tentu menyediakan banyak tempat hiburan yang super mahal. Namun dibalik itu semua, rupanya Ginza tidak melulu menyediakan hal-hal yang modern, tapi juga cukup banyak kegiatan dan atau tempat yang super tradisional. Namanya Kabukiza, bangunan yang berdiri sebelum tahun 1990an ini dianggap menjadi salah satu bangunan yang wajib didatangi.

Bangunan yang lebih tepatnya dibangun pada tahun 1889 ini merupakan peninggalan sejarah dari kaln Hosokawa dari Kumamoto atau klan Matsudaira dari Izu. Bangunan yang menampilkan acara drama klasik Jepang, Kabuki ini rupanya telah mengalami ronovasi selama tiga kali, yaitu tahun 1921 oleh Tashichi Kashiwagi, 1924 oleh Shinivhiro Okata, dan 1950 oleh Isoya Yoshida.

Namun karena bangunan ini sering mengalami kehancuran, maka pada musim semi tahun 2010, bangunan ini akan direncanakan direnovasi kembali dengan kekuatan anti gempa. Seperti diketahui, Kabukiza memiliki catatan buruk dlaam perenovasiannya. Di tahun 1921, Kabukiza terpaksa dihancurkan karena ditemukan kebocoran aliran listrik yang bakalan menyebabkan kebakaran dan segera direnovasi pada tahun berikutnya. Namun belum kelar renovasi usai, pada tahun 1923 terjadi gemba bumi di Kanto yang menyebabkan bangunan Kabukiza ini turut rusak parah dan direnovasi pada tahun berikutnya. Dan yang terakhir, saat masa-masa Perang Dunia II berlangsung, bangunan ini pun kembali terpaksa mengalami kerusakan fatal akibat serangan-serangan sekutu dan kembali direnovasi kembali.

Meski bangunan Kabukiza mengalami tiga kali perombakan, namun bangunan ini masih mempertahankan bentuk klasik pertama dibangun. Itu sebab, bangunan yang terletak di sudut Showa dan Harumi Dori ini memang pantas untuk didatangi. Selain bangunannya yang terlihat masih asli, dengan ¥ 1000 para pengunjungnya pun akan disuguhkan permainan drama klasik yang hingga sekarang masih dipertahankan, yaitu drama Kabuki.

Selain Kabukiza, Ginza rupanya juga memiliki bangunan sisa-sisa periode Meiji dan menjadi bangunan yang difungsikan sebagai gedung penjualan barang bergaya barat pertama. Gedung yang dinamakan Mittsukoshi Department Store berada di daerah Harumi Dori di antara persimpangan Sukibayashi dan Tsukiji dan Harumi.

Selain dua gedung di atas yang dianggap sebagai gedung tua bersejarah, rupanya Ginza masih memiliki banyak gedung tua yang hingga kini menjadi tujuan para wisatawan asing. Seperti Wako Ginza misalnya, bangunan yang didirikan sejak tahun 1881 ini memiliki catatan sejarah tersendiri. Dengan letaknya yang berada di jantung kota, Wako Ginza pernah digunakan sebagai maskas sekutu Amerika pada saat Perang Dunia II. Tempat yang semula didirikan oleh Kintarō Hattori sebagai toko arloji dan perhiasan buatannya sendiri. Namun dengan berjalannya waktu, merk dagang yang semula menggunakan namanya sendiri itu pun berangsur diubah, yaitu dari K. Hattori menjadi Seiko Holding Corporation seperti yang hingga kini terdengar. Selain Wako Ginza, rupanya Sony dan Apple pun memiliki gedung yang besar di wilayah ini.

Meski Ginza dikelilingi gedung-gedung tinggi, populasi kepadatan penduduk yang bergengsi pun mengharuskan mereka hidup serba berkecukupan. Namun, ada hal yang sangat unik bagi wilayah ini, yaitu pelarangan penggunaan kendaraan bermotor pada hari Minggu.

Pelarangan penggunaan kendaraan bermotor pada akhir pekan ini rupanya menjadi daya terik tersendiri bagi masyarakat setempat. Dengan adanya pemblokadean lalu-lintas diseluruh jalan, sebagian warga mulai menyemarakkan dengan kegiatan tradisional. Seperti beberapa kegiatan hari yang terkhir, diketahui warganya tengah mengenakan pakaian ala Geisha yang sedang menaiki becak tarik tempo dulu.



Referensi:
Jawa Pos Selasa 20 Juli 2010
http://en.wikipedia.org/wiki/Ginza
http://en.wikipedia.org/wiki/Kabuki-za
http://en.wikipedia.org/wiki/Wako_(retailer)
http://www.japaneselifestyle.com.au/tokyo/ginza.htm

Minggu, 11 Juli 2010

Partai Demokrat Kehilangan Kursi



Tanggal 11 Juli 2010, Tokyo-Jepang sedang melakukan pemilihan umum (pemilu) untuk memilih anggota majelis tinggi parlemen. Selain itu, pemilu ini dilaksanakan untuk menentukan masa depan Jepang itu sendiri.

Diketahui, Jepang akhir-akhir ini telah banyak mengeluarkan anggaran negaranya. Itu sebab, pemilu yang dilakukan untuk menguji kebijakan Perdana Menteri barunya, Naoto Kan, dan pemerintah koalisi kiri-tengahnya yang berusia 10 (sepuluh) bulan.

Sejumlah survei di Jepang memprediksikan bahwa Naoto Kan bakalan kehilangan banyak kursi di parlemen. Kursi yang diprediksikan hilang hingga 242 kursi tersebut disebabkan karena adanya kebijakan Naoto Kan yang menyatakan akan menaikkan pajak penjualan untuk beberapa tahun ke depan.

Meski demikian, pemilu yang dilakukan tersebut, rupanya tidak dapat mempengaruhi kekuasaan Naoto Kan dan Partai Demokratnya.

Sekedar untuk diketahui, Naoto Kan, di bawah Partai Demokrat Jepang memenangkan kursi Perdana Menteri setelah mengalahkan Partai Konservativ pada bulan Agustus ini rupanya bukan calon pertama dari partainya. Yukio Hatoyama, yang sebelumnya menjabat sebagai Perdana Menteri pada tanggal 16 September 2009 ini adalah calon pertama yang diusungkan. Namun pada 2 Juni 2010, Yukio Hatoyama yang tidak mampu menepati janji politiknya untuk memindahkan pangkalan militer AS di Okinawa, pria kelahiran Tokyo, 11 Pebruari 1947 ini pun kemudian memilih mengundurkan diri. Selain itu, pengunduran dirinya tersebut juga disebabkan adanya isu skandal pembiayaan politiknya.

Dengan adanya pengunduran diri Yukio Hatoyama, Naoto Kan yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri (16/9/2009) dan Menteri Keuangan (Januari 2010) ini akhirnya resmi mengganti posisi rekannya tersebut.

Tentang profil Naoto Kan itu sendiri, pria kelahiran Ube, 10 Oktober 1946 ini adalah rekan seperjuangan Yukio Hatoyama pada pendirian Partai Demokrat Jepang pada tahun 1998. Dan pada tahun tersebut, Yukio Hatoyama pun dipercaya sebagai pemimpinnya. Namun pada 2003, Naoto Kan menjadi pimpinan dari partai tersebut.




Referensi:

Jawa Pos, Senin 12 Juli 2010 (hal. 7)
http://id.wikipedia.org/wiki/Naoto_Kan
http://id.wikipedia.org/wiki/Yukio_Hatoyama

Kamis, 08 Juli 2010

Garuda di Sakura



Hubungan Indonesia-Jepang rupanya masih akan terus berlanjut. Terlebih lagi masalah ekspor-impor.
Hal yang dimaksud sebenarnya bukan masalah pengiriman barang-barang buatan Indonesia yang dikirim ke Jepang ataupun sebaliknya. Tapi lebih dengan adanya penerbangan Garuda Indonesia yang mengangkut barang-barang.
Japan Airlines (JAL), menurut rencananya, mulai bulan Oktober 2010 memberhentikan penerbangannya untuk mengangkut kargo. Dan tentu saja, hal ini sangat diperhatikan oleh Indonesia (terutama Garuda Indonesia) untuk mengambil kesempatan emas tersebut.
Jika tidak mengalami kemunduran jadwal, maskapai penerbangan BUMN ini akan segera merintis outbond trucking service pada Agustus mendatang. Dan itu berarti, Garuda Indonesia yang semula hanya memiliki jadwal kargo domestik pun akan merambat menuju kelas yang lebih tinggi.
“Karena itu, kami pada Agustus nanti bekerjasama dengan perusahaan trucking mengirimkan barang berat di atas 250 kg dan berukuran besar tujuan luar negeri via Denpasar dan Jakarta yang tidak bisa diangkut dengan penerbangan domestik.” Ujar Erina Damayanti, Public Relation Garuda untuk Indonesia.
Untuk diketahui, saat ini JAL rata-rata mengangkut 476 ton per bulan dengan rincian 176 ton untuk ekspor dan 200-300 ton untuk impor.
Namun sayang, rupanya Garuda Indonesia tidak mampu mengambil kesempatan tersebut sepenuhnya, “kami mengincar 25-50% dari jumlah tersebut.” Erina Damayanti menambahkan.


Jawa Pos, Kamis 6 Juli 2010 (hal. 6 – Ekonomi Bisnis)

Kamis, 01 Juli 2010

Resensi Sekigahara, oleh Truly Rudiono


Sekigahara
Perang Besar Penentu Pemimpin Jepang
Pengarang : Dozi Swandana
Editor : Bandung Mawardi
Halaman : 224
Penerbit : BukuKatta

Saya tidak suka pelajaran sejarah!
Sepertinya sudah berulang kali saya menyebutkan hal itu. Sebenarnya bukan pelajarannya atau sejarahnya yang saya tidak suka, namun cara penyampaian yang memebosankan yang membuat saya tidak suka pelajaran atau buku-buku sejarah.

Setahu saya, hanya sedikit penulis yang mau serta mampu menggabungkan fantasi dengan sejarah. Atau lebih tepatnya penulis yang mampu membuat saya mau menuntaskan sebuah buku fiksi yang mengandung unsur sejarah. Salah satunya buku ini! Kalau saya yang tidak suka sejarah bisa tamat, harusnya mereka yang menyukai sejarah bisa membacanya dalam sekejab

Buku ini bercerita tentang pertempuran Sekigahara. Salah satu pertempuran yang dianggap penting karena dengan adanya pertempuran ini timbullah kekuasaan baru yang sudah lama tidak didominasi oleh shogun. Pertempuran ini sendiri adalah titik tolak penentu pemegang kekuasaan tertinggi di Jepang. Itu sebabnya dikenal dengan sebutan Tenka wakeme no tatakai (pertempuran yang menentukan pemimpin Jepang)

Kisah pertempuran ini dimulai ketika Oda Nobunaga mulai menguasai sebagian besr wilayah Jepang. Selama ini ia selalu mengalah dengan adiknya Oda Nubuyaki. Sehingga banyak yang mengira jika sang adik lebih jago memanah, berburu, bermain samurai dan lainnya. Tidak ada yang tahu bahwa Oda Nobunaga hanya mengalah karena sayang kepada adiknya. Rasa sayang yang harus ia bayar mahal kelak.

Namun saat sang ayah memutuskan bahwa sang adik yang akan menggantikannya karena dianggap lebih mampu, maka marahlah Oda Nobunaga, Tanpa teding aling-aling, ia membunuh sang adik lalu mengikrarkan diri sebagai penguasa. Ia yang keadaannya sering disebut mirip seorang wanita lemah, ternyata malah memiliki jiwa seperti iblis.

Dengan membawa kepala adiknya yang baru saja ia penggal serta samurai di tangan yang lain, ia meresmikan dirinya sebagai penerus sah keluarganya. Jika ada yang menentang akan dianggap pemberontak. Dengan resminya ia diangkat sebagai pemimpin Klan Oda, ia kian kejam dalam menentukan kebijakan.

Perkenalannya dengan seorang misionaris Yesuit, membawanya mengenal berbagai macam barang buatan barat. Termasuk senjata api yang kelak dipilihnya guna mempersenjatai pasukannya. Dengan memiliki pasukan yang menggunakan senjata api, ia berharap keinginannya untuk menguasai seluruh Jepang bisa segera terwujud.

Ternyata Oda Nobunaga juga tidak aman dari penghianatan.Tangan kanannya, Akechi Mitsuhidae berhasil mengalahkannya justru dengan taktik yang jitu. Jika harus beradu senjata, sudah jelas ia akan kalah telak! Ia dikalahkan justru saat sedang berpesta pora merayakan hari jadinya.

Lalu bagaimana nasib Akechi Mitsuhidae selanjutnya?
Apa hubungannya dengan Ishida Mitsunari?
Siapa pula Tokugawa Hidetada?
Silahkan baca sendiri yah.... Maklum saya kurang bisa mengulas tentang buku genre ini. Dari pada dituduh spoiler he he he

Diluar isi buku

Cover buku ini benar-benar memberikan sesuatu yang berbeda.Posisi cover yang tidak biasa, dibuat tidur dengan warna latar yang merah menyala mau tidak mau membuat setiap mata yang memandang akan terbelalak! . Latar belakang merah menimbulkan kesan bahwa telah terjadi pertempuran yang seru dan menakutkan. Sosok yang duduk di atas kuda meninggalkan kesan seseorang yang paling berani dalam pertempuran. Namun disisi lain, sejumput ilustrasi telapak tangan serta pedang yang tertusuk menimbulkan kesan muram dan menyedihkan. Efek yang selalu timbul dalam peperangan.

Sedikit mengutip ilmu marketing, buku ini dari sisi cover sudah menerapkan sebuah teori pemasaran baru, Blue Ocean Strategy. Intinya menampilkan sesuatu yang berbeda. Bayangkan, buku ini tergeletak diantara buku-buku fiksi lainnya, dengan warna yang mencolok dan penempatannya yang memanjang. Pastinya akan membuat setiap tangan tergoda untuk meraihnya. Lalu ada tulisan J-novel dihalaman belakang. Tulisan ini akan membuat orang kian penasaran mencari apa makna yang tersirat.

Kere..........n! Ungkap jagoan neon saat kuperlihatkan buku ini. Percobaanku berhasil! Buku ini dari sisi cover sudah memenangkan persaingan. Sisanya tergantung pada sinopsis yang ada cover dibelakang, mampu membuat orang kian tertarik, pastilah buku ini berpindah masuk ke ats belanja. Tidak tertarik ya.... berarti bukan genrenya he he he

Namun, begitu membuka halaman , sedikit ada rasa kecewa. Sejujurnya aku mengharapkan kertas yang lebih baik mutunya, bukan kertas koran. Entah kenapa kali ini peenrbit memilih kertas yang berbeda dengan buku-buku yang selama ini aku baca. Sayang sekali, cover yang sudah ciamik ini berkurang nilainya akibat keras yang digunakan.

Buku ini datang bersamaan dengan buku dari Ibu Peri buku. Bukannya mau pilih kasih, namun buku ini dibaca belakanagn dengan pertimbangan karena buku ini walau merupakan buku fiksi, namun sarat dengan makna kehidupan. Sedangkan saat itu, buku yang kubutuhkan adalah buku yang membuatku tertawa lepas. Mohon maaf ya Bapak Peri Buku *kasih salam hormat*


http://www.facebook.com/notes/truly-rudiono/sekigahara-perang-besar-penentu-pemimpin-jepang/423133097278
http://bukukatta.blogspot.com/2010/05/resensi-sekigahara-oleh-truly-rudiono.html