Kamis, 18 Februari 2010

Sekigahara II

Sekigahara
Pertempuran Lain di Berbagai Daerah

Seperti yang diketahui, meski diantara kedua belah pihak memiliki banyak pendukung, namun ada pendukungnya diantara keduanya yang tidak bergabung dalam Pertempuran Sekigahara. Di kubu Tokugawa Ieyasu saja, empat pendukungnya tidak terjun langsung dalam Pertempuran Sekigahara. Diantaranya adalah Maeda Toshinaga, Date Masamune, Katō Kiyomasa, dan Mogami Yoshiaki. Sedang dalam kubu Ishida Mitsunari sendiri yang tidak bergabung dalam Pertempuran Sekigahara salah satunya adalah Mōri Terumoto yang memiliki kekuasaan terbesar di dalam kelompoknya. Selain itu, juga ada Uesugi Kagekatsu, Mashita Nagamori, Satake Yoshinobu, Oda Hidenobu, dan Natsuka Masaie.
Jika masing-masing diantara pendukung Ishida Mitsunari memiliki masalahnya sendiri, tidak dengan Natsuka Masaie yang tidak jelas keberadaannya. Tidak ada catatan sejarah tentang keberadaan Natsuka Masaie ini baik sebelum maupun sesudah Pertempuran Sekigahara berlangsung.
Seperti yang disebutkan sebelumnya, masing-masing pendukung dua besar pemimpin yang bersiteru tersebut juga memiliki pertempuran sendiri. Berbagai daerah di seluruh Jepang (selain Mino, Sekigahara yang dijadikan pertempuran) seperti di Tohoku, Hokuriku, Kinai, dan Kyushu pun terjadi pertempuran antar daimyō pendukung pasukan Tokugawa Ieyasu dengan pendukung pasukan Ishida Mitsunari.
1. Tohoku
Di daerah ini, masing-masing kubu kedua pemimpin besar tersebut juga terlibat dalam pertempurannya sendiri, terutama kubu Tokugawa Ieyasu yang mengeluarkan banyak pendukungnya untuk melakukan penyerangan awal terhadap kubu Ishida Mitsunari.
Dalam mengawasi pergerakan pasukan Ishida Mitsunari, Tokugawa Ieyasu memberikan perintah kepada Yūki Hideyasu sebagai kekuatan utama dalam mengawasi Uesugi Kagekatsu. Dalam kesempatan ini, Yūki Hideyasu dibantu oleh para daimyō yang mempunyai wilayah yang bertetangga dengan wilayah Uesugi Kagekatsu seperti Mogami Yoshiaki dan Date Masamune serta dibantu pula oleh Hori Hideharu.
Dalam penyerangannya kali ini, Mogami Yoshiaki yang menginginkan wilayah kekuasaan barunya dekat dengan laut, maka bersama dengan Date Masamune, Mogami Yoshiaki pun mengatur rencananya. Namun demikian, seorang bushi[1] pengikut setia klan Uesugi, Naoe Kanetsugu yang mendengar rencana tersebut pun segera menyerang lebih dulu daripada diserang. Bertepatan pada tanggal 9 September 1600, Naoe Kanetsugu yang datang dari arah Yonezawa ini berhasil mendesak masuk ke dalam wilayah Mogami Yoshiaki dan berhasil mengepung Istana Yamagata yang merupakan tempat kediaman Mogami Yoshiaki hanya dalam beberapa hari saja.
Lantaran terdesak, Mogami Yoshiaki yang panik akibat serangan mendadak dari Naoe Kanetsugu pun segera meminta bantuan pasukan kepada Date Masamune. Selain dalam kubu yang sama, pertolongan pada Klan Mogami dianggap perlu karena kehancuran klan Mogami akan membuat Uesugi Kagekatsu menjadi ancaman langsung bagi Date Masamune. Pada tanggal 17 September 1600 Date Masamune menunjuk panglima tertinggi Rusu Masakage untuk menyerang pasukan Naoe Kanetsugu. Selain itu, Date Masamune juga menunjuk Katakura Kagetsuna untuk dapat bergabung dengan Rusu Masakage dan segera menyelesaikan urusan yang terjadi pada Mogami Yoshiaki. Dengan kelelahannya pasukan Naoe Kanetsugu akibat bertempur dengan pasukan Mogami Yoshiaki, pasukan Naoe Kanetsugu pun dapat dengan mudah ditaklukkan di wilayah Yamagata.[2]
Dengan adanya pasukan tambahan dari Date Masamune, pasukan pimpinan Sakenobe Hidetsuna yang berada di pihak Mogami Yoshiaki pun tidak ragu dalam menyerang pasukan Naoe Kanetsugu. Meski pada awalnya pasukan Naoe Kanetsugu mendominasi pertempuran tersebut, Istana Hasedō yang dipertahankan Shimura Mitsuyasu dengan hanya sedikit prajurit pun tidak dapat dikuasai Naoe Kanetsugu. Bahkan setelah Pertempuran Sekigahara diketahui dimenangkan oleh kubu Tokugawa Ieyasu, Naoe Kanetsugu pun segera memerintahkan pasukannya untuk mundur dari medan pertempuran.
Mendengar kabar mundurnya pasukan Naoe Kanetsugu, Mogami Yoshiaki pun kembali memerintahkan pasukannya untuk mengejar balik yang dipimpinnya sendiri. Akibat tidak adanya kesiapan diri, Mogami Yoshiaki pun sempat tertembak dan harus bersusah payah melarikan diri. Sedang pengejaran selanjutnya dipimpin oleh Mogami Yoshiyasu (putra Mogami Yoshiaki). Dengan kecakapan yang dimiliki oleh Naoe Kanetsugu, pada tanggal 4 Oktober 1600 pasukannya berhasil kembali dengan selamat di Istana Yonezawa, istana kekuasaannya.
2. Hokuriku
Tokugawa Ieyasu sangat memperhatikan dengan benar tentang kekuatan lawannya. Salah satu daimyō pendukung Ishida Mitsunari yang dinilai paling berkuasa adalah Uesugi Kagekatsu. Itu sebab, banyak pengikut Tokugawa Ieyasu yang dikirimkan untuk menghancurkan Klan Uesugi ini. Maeda Toshinaga, salah satu pendukung Tokugawa Ieyasu yang merasa harus mendukung penyerangan terhadap Uesugi Kanetsugu ini pun berangkat dari arah Kanazawa pada tanggal 26 Juli 1600.
Dalam perjalananya tersebut, Maeda Toshinaga berhasil menjatuhkan Yamaguchi Munenaga (penjaga Istana Daishōji) pada tanggal 3 Agustus 1600. Selain itu, Istana Kitanojō yang dijaga Aoki Kazunori pun juga berhasil dikepung. Hanya saja, sebelum berhasil menjatuhkan Istana Kitanojō, Ōtani Yoshitsugu segera menyebarkan isu tentang penyerangan pasukan Maeda Toshinaga dari arah belakangnya yang sehingga mampu mengusir mundur pasukan Maeda Toshinaga dengan tanpa perlawanan.
Dengan ambisinya yang sangat besar menjatuhkan kubu Ishida Mitsunari, Maeda Toshinaga tidak langsung kembali ke istananya, melainkan membagi pasukannya menjadi dua bagian. Melihat posisi Istana Komatsu sedang dalam keadaan yang tidak penuh penjagaannya, Maeda Toshinaga bersama pasukan intinya kemudian menyerang istana yang dikuasai oleh Niwa Nagashige yang bertahan di dalam tersebut. Sedang setengahnya dipulangkan untuk memperketat penjagaan istananya.
Dengan keadaan penjagaan yang tidak sempurna, tepat pada tanggal 9 Agustus 1600 pasukan Niwa Nagashige berhasil dihantam dengan mudah yang menjatuhkan banyak korban dan menjadikan Niwa Nagashige menawarkan perdamaian dengan menyerahkan istananya. Salah satu alasan ketidak ikut sertaan Maeda Toshinaga dalam Pertempuran Sekigahara adalah akibat ambisinya dalam menjatuhkan banyak istana daimyō pendukung Ishida Mitsunari yang juga menyita banyak waktu, sehingga terlambat menyusul ke medan Sekigahara dan memilih pulang ke Kanazawa dan menyusun kembali pasukannya pada tanggal 12 September 1600.
3. Kinai
Seperti beberapa kasus yang terjadi sebelumnya, masing-masing pertempuran tentu melibatkan banyak istana para daimyō pendukung atasannya masing-masing. Sedang dalam tragedi wilayah Kinai, akibat pertempuran Tokugawa Ieyasu dan Ishida Mitsunari ini turut melibatkan dua istana besar kekuasan masing-masing pendukung Tokugawa Ieyasu dan Ishida Mitsunari. Kedua istana tersebut adalah Istana Tanabe yang dikuasai oleh Hosokawa Tadaoki (pendukung Tokugawa Ieyasu) dan Istana Ōtsu yang dikuasai oleh Kyōgoku Takatsugu (pendukung Ishida Mitsunari).
Dalam pertempuran yang melibatkan Istana Tanabe, Hosokawa Tadaoki memiliki banyak keuntungan dengan adanya hubungan spesial antara dirinya dengan keluarga kaisar Jepang. Hal ini tentu bukan hal yang asing didengar, sedang Tokugawa Ieyasu sendiri memiliki kedekatan tersebut dengan kaisar Jepang saat itu.
Dalam sejarah pertahanan, Istana Tanabe terbilang memiliki catatan yang rumit dan penuh kejutan. Ketika Hosokawa Tadaoki sedang pergi berperang, dia menitipkan istananya yang berada di provinsi Tango kepada Hosokawa Yūsai dengan penjagaan 500 prajurit. Mendengar berita sepeninggalnya Hosokawa Tadaoki dan minimnya penjagaan di Istana Tanabe, pasukan pendukung Ishida Mitsunari yang dipimpin panglima tertinggi Onogi Shigekatsu, seorang penguasa Istana Fukuchiyama pun segera mengepung Istana Tanabe dengan pasukan yang jauh lebih banyak, yaitu lebih dari 15.000 prajurit. Bukan hanya banyaknya pasukan yang dikirimkan, Onogi Shigekatsu juga telah memilih prajurit yang memiliki catatan perang dengan baik seperti Koide Yoshimasa dan Koide Hidemasa (seorang bapak-anak), Akamatsu Hirohide, dan Tani Morimoto.
Dengan perbedaan kekuatan pertahanan yang sangat mencolok menjadikan Istana Tanabe kalah yang telak. Dan untuk menghindari rasa malunya karena telah gagal menjaga amanat, Hosokawa Yūsai mengambil cara untuk gugur secara terhormat daripada mati di tangan musuh.
Sebuah keajaiban terjadi pada diri Hosokawa Yūsai, sebelum aksi seppuku-nya dilakukan, Kaisar Goyōzei mengirim tiga utusan pribadinya yang bernama Nakanoin Michikatsu, Karasuma Mitsuhiro, dan Sanjūnishi Sanuki ke Istana Tanabe untuk membujuk Hosokawa Yūsai untuk tidak melakukan aksi bunuh diri dan menyetujui menyerahkan istananya kepada Onogi Shigekatsu. Mendengar penjelasan dan bujukan ketiga pesuruh kekaisaran tersebut, tepat pada tanggal 18 September 1600, Hosokawa Yūsai menyerahkan titipannya kepada Onogi Shigekatsu.
Keadaan berbalik dengan drastis setelah Onogi Shigekatsu mendengar kabar tentang terpojoknya pasukan pendukung Ishida Mitsunari di Sekigahara. Merasa terancam, Onogi Shigekatsu pun memilih untuk segera kembali ke istana utamanya, yaitu Istana Fukuchiyama. Meski Onogi Shigekatsu telah kembali ke istananya, bukan berarti keadaan telah membaik. Bahkan tidak lama kemudian Istana Fukuchiyama dikepung oleh pasukan Hosokawa Tadaoki yang telah kembali ke istananya dan menemui istananya dalam keadaan kalah. Dengan dibantu oleh Tani Morimoto yang membelot ke kubu Hosokawa Tadaoki, Onogi Shigekatsu kemudian menemui kekalahannya dan melakukan bunuh diri pada tanggal 18 November 1600.
Penghianatan dari Tani Morimoto yang kemudian mendukung pasukan Hosokawa Tadaoki adalah bukan tanpa sebab. Selain Tani Morimoto adalah murid dari Hosokawa Yūsai yang dikenal ahli dalam seni menulis Kadō[3], dalam mengambil dan melihat kesempatan, Tani Morimoto sangat logika. Selain kekuatan dan kekuasaan Tokugawa Ieyasu yang semakin besar, Tokugawa Ieyasu dan para pendukungnya terbilang lebih dekat dengan pihak kekaisaran ketimbang kubu Ishida Mitsunari sendiri.
Tentang Hosokawa Yūsai, ia adalah seorang seniman Kadō yang juga menjadi idola Kaisar Goyōzei. Itu sebab, setelah mendengar kabar dari Hachijōnomiya Toshihitoshinnō tentang turunnya warisan ilmu rahasia Kadō yang disebut Kokindenju kepadanya, Kaisar Goyōzei yang merasa takut akan kehilangan Hosokawa Yūsai mengeluarkan perintah kepada pihak Onogi Shigekatsu agar menghentikan penyerangan ke Istana Tanabe. Namun usaha itu sia-sia dan menjadikannya untuk menurunkan ketiga orang kepercayaannya untuk merayu Hosokawa Yūsai agar tetap hidup dan melanjutkan seninya meski telah kalah dalam medan pertempuran.
Dibalik kemenangan yang gemilang dari pihak Tokugawa Ieyasu, ternyata hal ini tidak menjadikannya Kyōgoku Takatsugu yang tidak sepihak dengan Tokugawa Ieyasu berhasil mempertahankan Istana Ōtsu. Dengan menyerahnya Kyōgoku Takatsugu, hukuman berupa pengasingan sebagai pendeta di kuil Onjōji, Gunung Kōya pun diterimanya.
4. Kyushu
Berbeda dengan wilayah-wilayah lainnya, Kyushu tampaknya menjadi ajang kemenangan mutlak di bawah kubu Tokugawa Ieyasu. Selain Katō Kiyomasa dan Nabeshima Naoshige, salah seorang tokoh yang memiliki semangat juang adalah Kuroda Josui.
Katō Kiyomasa dan Nabeshima Noshige pada awalnya tidak memihak kepada kubu siapapun dan mempertahankan sikap netral. Hal ini tentu sangat berbeda dengan Kuroda Josui yang berusaha keras membantu Tokugawa Ieyasu dalam membangun Jepang dengan tanpa ragu-ragu. Tidak terbatas semangatnya saja, Kuroda Josui pun diketahui telah menyumbangkan semua uang dan perbekalan yang disimpan di Istana Nakatsu untuk keperluan pertempurannya tersebut.
Di lain pihak, Ōtomo Yoshimune dengan dukungan dari Mōri Terumoto berencana untuk merebut kembali provinsi Bungo. Menginjak tanggal 9 September 1600, Ōtomo Yoshimune menjejakkan kaki di provinsi Bungo yang baru pertama kali dilakukannya sejak diasingkan. Dan dalam kesempatan ini, Ōtomo Yoshimune menantang pasukan Kuroda Josui untuk bertempur di Ishigakihara (sekarang kota Beppu) dengan mengumpulkan kembali bekas bawahannya. Tapi bagi Kuroda Josui, dengan aksinya yang proaktif tersebut menjadikannya cepat berhasil membentuk pasukan yang konon mencapai lebih dari 3.500 ronin[4].
Dengan adanya tantangan dari Ōtomo Yoshimune, maka pada tanggal 13 September 1600, keduanya pun terlibat bentrokan bersenjata. Akibat terbunuhnya jenderal dari pihaknya, Ōtomo Yoshimune akhirnya menyerah kepada kubu Kuroda Josui. Dan selang dua hari setelahnya, yaitu pada tanggal 15 September 1600, Ōtomo Yoshimune memutuskan untuk menjadi biksu setelah menyerahkan diri kepada pasukan yang dipimpin Mori Tomonobu yang bertempur untuk kubu pasukan Kuroda Josui. Dengan kemenangannya, pasukan Kuroda Josui pun emutuskan untuk terus menyerang dan secara berhasil menaklukkan istana yang terdapat di Kita Kyushu.
Katō Kiyomasa yang pada awalnya hendak memberikan bantuannya kepada Kuroda Josui, lantaran mendengar berita kemenangan dari pasukan Kuroda Josui itu sendiri, maka Katō Kiyomasa memutuskan untuk segera berbalik arah dan segera menyerang wilayah kekuasaan Konishi Yukinaga. Jauh sebelum Katō Kiyomasa mengirimkan bantuannya kepada Kuroda Josui, bersama Nabeshima Naoshige mengepung Istana Yanagawa dan berhasil memaksa menyerah Tachibana Muneshige yang sedang bertahan di dalam Istana Yanagawa setelah terlambat datang di pertempuran Sekigahara.
Setelah mengalahkan Ōtomo Yoshimune, pasukan gabungan yang dipimpin Kuroda Josui kemudian merencanakan untuk menyerang wilayah Shimazu Ryūhaku yang sedang menjaga wilayah milik Konishi Yukinaga yang juga di serang oleh Katō Kiyomasa. Melihat keberingasan pasukan Kuroda Josui, Shimazu Ryūhaku pun menjadi panik dan segera mengirim pasukannya untuk memperkuat Kyushu.
Peperangan diantara keduanya pada akhirnya pun dibatalkan. Tokugawa Ieyasu yang telah memenangkan Pertempuran Sekigahara kemudian menyatakan kemenangannya atas pasukan Ishida Mitsunari. Dengan adanya pengumuman kemenangan tersebut, menjadi perintah secara langsung untuk menghentikan segala bentuk peperangan dan menyatakan penyerahan kekuasaan langsung kepada Tokugawa Ieyasu. Kuroda Josui pun menghentikan niat untuk melakukan aksi pnyerangan ke Shimazu.
5. Ise
Dengan daerah kekuasaan mencapai 1.205.000 kokudaka, menjadikan Mōri Terumoto seorang yang dinilai paling berpengaruh. Itu sebab, salah satu istana pendukung Tokugawa Ieyasu yang berada di Ise seperti Istana Anotsu dan Istana Matsusaka pun menjadi sasarannya dalam perjalanan menuju Sekigahara. Dengan kekuatan yang dimiliki oleh Mōri Terumoto, seorang penguasa Istana Anotsu, Tomita Nobutaka pun akhirnya dapat dikalahkan dan memilih menyelamatkan hidupnya dengan menjadi biksu. Berbeda dengan Tomita Nobutaka, Furuta Shigekatsu, penguasa Istana Matsusaka lebih memilih bernogosiasi dengan menawarkan perjanjian damai. Aksi perdamaian tersebut menjadikan keuntungan bagi Furuta Shigekatsu yang tidak perlu menyerahkan istananya kepada Mōri Terumoto.
6. Kanto
Kejadian yang melibutkan pertentangan dalam kubu menjadikan catatan sejarah tersendiri bagi wilayah Kanto. Bagaimana tidak, ketika dua kubu saling bertempur memperebutkan kekuasaan tinggi pun menjadi bahan pertimbangan bagi keluarga Satake Yoshinobu.
Dalam menentukan sikap dukungannya, Satake Yoshinobu terbilang berat dan ragu-ragu dalam menentukan. Selain ditengahkan pada posisi keluarga dan sahabat, Satake Yoshinobu juga memikirkan tentang masa depan kekuasaannya. Pada dasarnya, Satake Yoshinobu berada di posisi pendukung Ishida Mitsunari, sedang ayahnya yang bernama Satake Yoshishie menyuruhnya untuk mendukung Tokugawa Ieyasu. Dukungannya terhadap Ishida Mitsunari serta merta bukan tanpa alasan. Hal ini tentu sangat berkaitan dengan hubungan status persahabatannya dengan Ishida Mitsunari. Terlebih lagi, pengikut Satake Yoshinobu seperti Tagaya Shigetsune, Yamakawa Asanobu, dan Sōma Yoshitane adalah pendukung setia Uesugi Kagekatsu yang juga bergabung dalam pasukan gabungan Ishida Mitsunari. Namun bagi sang ayah, Satake Yoshishie lebih melihat kemungkinan terbesar kemenangan dalam perebutan kekuasaan tersebut akan dimenangkan Tokugawa Ieyasu. Namun dengan berbagai pertimbangan, Satake Yoshinobu akhirnya lebih memilih sikap netral, yaitu meski sebagai pendukung Ishida Mitsunari, Satake Yoshinobu memilih untuk tidak mengirimkan pasukannya ke medan Sekigahara sebagai bukti setianya kepada ayahnya.
[1] Kelompok Samurai/satria perang.
[2] Ada pendapat lain yang menerangkan bahwa Date Masamune mengirimkan pasukannya kepada Mogami Yoshiaki karena Mogami Yoshiaki sendiri juga menyandera ibu Date Masamune di dalam Istana Yamagata.
[3] Sejenis waka, syair Jepang kuno sejak zaman Asuka dan zaman Nara (akhir abad ke-6 hingga abad ke-8).
[4] Bushi/Samurai tak bertuan.

Sekigahara I

Pertempuran Sekigahara
15 September 1600



Seperti yang dinyatakan oleh Klemens Wilhelm Jacob Meckel, pasukan di bawah pimpinan Ishida Mitsunari sudah mempunyai tiket kemenangan dengan cara mengepung posisi pasukan Tokugawa Ieyasu. Hanya saja, pertempuran yang hanya berlangsung tidak lebih dari sehari itu berbalik menjadi kemenangan Tokugawa Ieyasu setelah beberapa pasukan Ishida Mitsunari berpihak kepada Tokugawa Ieyasu. Terlebih lagi, keadaan di Sekigahara sedang ditutupi oleh kabut yang tebal, sehingga masing-masing pasukan tidak mengetahui dengan jelas siapa lawan siapa kawan.


“Kawan dan lawan saling dorong, suara teriakan di tengah letusan senapan dan tembakan panah, langit bergemuruh, tanah tempat berpijak berguncang-guncang, asap hitam membubung, siang bolong pun menjadi gelap seperti malam, tidak bisa membedakan kawan atau lawan, pelat pelindung leher (pada baju besi) menjadi miring, pedang ditebas ke sana ke mari.” Ōta Gyūichi, seorang saksi dalam Pertempuran Sekigahara.[1]


Pertarungan pun dimulai ketika pasukan pimpinan Matsudaira Tadayoshi memulai penyerangan terhadap Ukita Hideie yang menjadi kekuatan utama pasukan Ishida Mitsunari. Aksi penyerangan dari Matsudaira Tadayoshi ini pada awalnya dilarang oleh Fukushima Masanori yang juga menjadi pimpinan pasukan gabungan pendukung Tokugawa Ieyasu. Bersama pasukan Ii Naomasa inilah pasukan Matsudaira Tadayoshi bermaksud lewat menerobos tebalnya kabut.
Dengan adanya serangan dari pasukan Matsudaira Tadayoshi, pasukan pimpinan Ukita Hideie pun kembali menyerang. Meski pasukan gabungan pimpinan Fukushima Masanori ini hanya terdiri dari 6.000 prajurit, namun dengan serangannya yang mendadak ini pun mampu membuat pasukan Ukita Hideie yang terdiri dari 17.000 prajurit kelabakan sehingga hanya menjadikan situasi pertempuran saling desak dan saling bunuh tanpa ada perlawanan yang khusus.


Sedang pasukan pimpinan Kuroda Nagamasa yang terdiri dari 5.400 prajurit dan pasukan Hosokawa Tadaoki yang terdiri dari 5.100 prajurit ini secara bersamaan mulai menyerang pasukan Ishida Mitsunari. Hanya saja, pasukan pimpinan Shima Sakon dan Gamō Satoie mampu membendung penyerangan tersebut dan berhasil mengalahkan sebagian besar pasukan gabungan Tokugawa Ieyasu tersebut.


Dengan pertempuran yang banyak melibatkan pasukan dari berbagai panglima ini pun menjadikan Ishida Mitsunari gerah karena tidak juga berhasil memukul mundur pasukan Tokugawa Ieyasu. Itu sebab Ishida Mitsunari membuat isyarat asap untuk meminta bantuan dengan memanggil pasukan yang belum turun dalam medan pertempuran. Meski telah mengetahui isyarat yang telah diberikan oleh Ishida Mitsunari, pasukan pimpinan Shimazu Yoshihiro secara terang menolak untuk bergabung. Sedang pasukan Mōri Terumoto tidak dapat berbuat apa-apa dalam pertempuran tersebut karena dihalangi oleh pasukan Kikkawa Hiroie.


Seperti yang diketahui, Kikkawa Hiroie pada dasarnya berada dalam satu kesatuan dengan Mōri Terumoto yang membantu Ishida Mitsunari. Hanya saja, dengan kekuasaan yang dimiliki oleh Tokugawa Ieyasu, Kikkawa Hiroie pun dijanjikan memperoleh wilayah kekuasaan Klan Mōri apabila mampu menghalangi pasukan Mōri Terumoto membantu menyerang pasukan pemerintahan. Melihat kekuasaan Mōri Terumoto yang mencapai 1.205.000 kokudaka, Kikkawa Hiroie pun menjadi tergiur dan menjadi berpihak kepada Tokugawa Ieyasu.


Bukan hanya Kikkawa Hiroie saja yang menjadi penghianat dalam pertempuran tersebut. Kobayakawa Hideaki yang sebelumnya berada di pihak Ishida Mitsunari pun secara tersembunyi telah bersekongkol dengan Tokugawa Ieyasu.


Berbeda dengan Kikkawa Hiroie yang langsung menyerang Mōri Terumoto, Kobayakawa Hideaki yang diikuti oleh Wakisaka Yasuharu, Ogawa Suketada, Akaza Naoyasu, dan Kutsuki Mototsuna untuk mendukung Tokugawa Ieyasu ini pada awalnya hanya menunggu keadaan yang sedang berlangsung sengit tersebut. Hanya saja, Tokugawa yang melihat aksi Kobayakawa Hideaki ini pun menjadi geram dan memerintahkan pasukannya untuk menembak ke posisi pasukan Kobayakawa Hideaki di Gunung Matsuo. Dan dengan adanya serangan tersebut pun, Kobayakawa Hideaki akhirnya memutuskan untuk turun gunung dan bertempur menggempur sayap kanan gugusan pasukan Ōtani Yoshitsugu.


Dengan adanya posisi yang tidak menguntungkan di pihak Ishida Mitsunari, Shimazu Yoshihiro yang sejak awal meragukan kemenangan pada pihaknya pun mulai ketakutan dan berusaha mundur dengan memotong garis depan pasukan Tokugawa Ieyasu yang semakin kuat. Pasukan pimpinan Fukushima Masanori yang sebelumnya menjadi garis depan pasukan gabungan Tokugawa Ieyasu ini pun menjadi ketakutan melihat kebrutalan pasukan Shimazu Yoshihiro. Melihat kejadian tersebut, pasukan Ii Naomasa, Matsudaira Tadayoshi, dan Honda Tadakatsu pun berusaha membantu dengan berusaha melawan pasukan Shimazu Yoshihiro. Hanya saja, dengan serangan yang tak teratur dari Shimazu Yoshihiro ini menjadikan kebanyakan pasukan lawan banyak terjatuh dan menderita luka-luka.


Dengan banyaknya pasukan Ishida Mitsunari yang berkhianat, menjadikan pihaknya mengalami kekalahan yang telak. Seluruh pasukannya pun dijadikan kocar-kacir dan menjadikan kemenangan pada pihak Tokugawa Ieyasu. Shimazu Yoshihiro yang telah melarikan diri pun pada akhirnya berhasil selamat meski banyak saksi pada awalnya telah menyangka Shimazu Yoshihiro telah melakukan seppuku[2]. Namun demikian, setelah diketahui jasad yang mengenakan jinbaori[3] tersebut adalah Ata Moriatsu, salah seorang pasukan dari Shimazu Yoshihiro. Sedang pasukan Shimazu Yoshihiro yang selamat lainnya hanya tersisa sekitar 80 prajurit saja.

Pembersihan Konflik Pertempuran Sekigahara


Seperti yang diketahui sebelumnya, Tokugawa Ieyasu yang juga sebagian dari dewan lima menteri dan para pelaksana administrasi yang diambil sumpah setia kepada Toyotomi Hideyoshi pun kemudian terlibat bentrok yang melibatkan sebagian besar penguasa kecil di Jepang. Dan dengan adanya pemberontakan dan ketidak percayaan dalam pejabat pemerintahan, Ishida Mitsunari pun menyetakan dengan terang-terangan melawan Tokugawa Ieyasu.


Namun demikian, dengan berlangsungnya perebutan kekuasaan dalam pemerintahan, Tokugawa Ieyasu pun dinyatakan sebagai pemegang pucuk kepemimpinan setelah menang dalam Pertempuran Sekigahara. Itu sebab seusai Pertempuran Sekigahara, Ishida Mitsunari yang kemudian berhasil ditangkap oleh pasukan pimpinan Tanaka Yoshimasa pada tanggal 21 September 1600 ini akhirnya diarak berkeliling kota di Osaka dan Sakai sebelum dieksekusi di Rokujōgawara yang terletak di pinggir sungai Kamo-Kyoto bersama dengan Konishi Yukinaga yang tertangkap pada tanggal 19 September 1600 dan Ankokuji Ekei yang tertangkap tanggal 23 September 1600.


Berbeda dengan Ishida Mitsunari, Ukita Hideie yang setelah Pertempuran Sekigahara melarikan diri ke provinsi Satsuma ini pada akhirnya mendapatkan pengampunan dari Tokugawa Ieyasu. Setelah berhasil ditangkap oleh Shimazu Tadatsune di akhir tahun 1603, Ukita Hideie pun kemudian diserahkan kepada Tokugawa Ieyasu untuk mendapatkan hukuman. Hanya saja, meski Shimazu Tadatsune yang menangkapnya sendiri, bersama dengan Maeda Toshinaga pun kemudian meminta pengampunan atas nyawa Ukita Hideie.


Permintaan pengampunan terhadap Ukita Hideie kepada Tokugawa Ieyasu ini karena menganggap hanya akan menjadikan kesakitan tersendiri bagi istri Ukita Hideie (Putri Gō) yang sebenarnya adalah adik dari Shimazu Tadatsune dan Maeda Toshinaga. Permintaan pengampunan atas nyawa Ukita Hideie inipun akhirnya dikabulkan oleh Tokugawa Ieyasu. Dan sebagai pengganti hukuman mati terhadap Ukita Hideie ini dihukuman dengan diasingkan ke pulau Hachijōjima setelah menjalani hukuman kurungan di gunung Kuno, provinsi Suruga.


Dengan adanya jiwa kepemimpinan dan daerah kekuasaan yang terbilang sangat mempengarui Jepang, Mōri Terumoto yang sebagai panglima tertinggi pihak lawan pun akhirnya dinyatakan bersalah dan harus menanggung hukumannya. Dalam dunia politik Tokugawa Ieyasu, dia sering menggunakan pasukan musuhnya untuk menyerang musuhnya juga. Dan dalam kasus Mōri Terumoto, ketika sedang dalam menjalankan tugasnya menjaga Toyotomi Hideyori di Istana Osaka, Kikkawa Hiroie melakukan penghianatan dengan menyerang pasukan Mōri Hidemoto yang dikirim Mōri Terumoto ke Sekigahara membantu pasukan Ishida Mitsunari.


Dalam penghianatannya, Kikkawa Hiroie dijanjikan oleh Tokugawa Ieyasu untuk memperoleh wilayah kekuasaan Mōri Terumoto. Itu sebab, Kikkawa Hiroie yang masih saudara sepupu Mōri Terumoto pun menjanjikan keamanan dan tidak akan diganggu. Dan di tengah ketenangan Mōri Terumoto, Tokugawa Ieyasu pun mengeluarkan pernyataan tentang kesalahan Mōri Terumoto. Mendengar adanya perintah penghukuman, Kikkawa Hiroie pun segera menghadap Tokugawa Ieyasu sebagai akal liciknya guna mendapatkan wilayah yang dijanjikannya. Namun demikian, kesepakatan telah berubah, Tokugawa Ieyasu tidak menyerahkan seluruh wilayah kekuasaan Mōri Terumoto melainkan hanya dua provinsi yang tersisa (Suō dan Nagato) saja, sehingga pemberian ini pun ditolak oleh Kikkawa Hiroie yang dianggapnya telah melecehkan dirinya dan kedua provinsi tersebut pun masih dikuasai Mōri Terumoto.


Di tengah keterpurukannya, Mōri Terumoto lalu pindah dan membangun Istana Hagi di delta sungai Abugawa (sekarang di Prefektur Yamaguchi serta memilih menjadi pendeta Buddha dengan nama Genan Sōzui. Untuk jabatan kepala keluarga (katoku) diserahkan kepada sang putra pewaris Mōri Hidenari sedangkan Terumoto tetap menjabat sebagai penguasa wilayah han. Namun setelah menginjak tahun 1623, Mōri Terumoto mengundurkan secara penuh dari dunia politik setelah mewariskan jabatan penguasa wilayah han kepada putra pewarisnya Mōri Hidenari dan pelaksanaan pemerintahan kepada Mōri Hidemoto. Dan dua tahun setelah kemunduran dirinya dalam dunia pemerintahan, tepatnya pada tahun 1625 Mōri Terumoto wafat di usia 72 tahun.


Salah seorang lagi yang dinilai sangat kuat dalam hal kepemimpinan dan dinilai masih berpengaruh adalah Uesugi Kagekatsu dari Aizu. Sedang dalam penyelesaian konfliknya, Uesugi Kagekatsu pada akhirnya hanya mendapatkan wilayah Yonezawa bekas kepemimpinan Naoe Kanetsugu yang pernah menjadi pengikut setianya.


Maeda Toshinaga yang juga pendukung Tokugawa Ieyasu pun tidak luput dari hukuman. Tentang jasanya mengungkap para pemberontak setelah dirinya di cap sebagai otak pelakunya, Tokugawa Ieyasu tidak pernah memperdulikannya. Bersamaan dengan Tachibana Muneshige, kekuasaan wilayah yang dimiliki keduanya pun dicabut karena dinilai telah menimbulkan kerugian besar pada pasukan Niwa Nagashige. Dan dengan adanya pengurangan wilayah tersebut, Niwa Nagashige pun dapat segera dipulihkan haknya sebagai daimyō. Tentang Tachibana Muneshige, haknya kemudian juga dikembalikan bersamaan dengan wilayah kekuasaannya setelah Tokugawa Hidetada menjabat sebagai shogun. Dan tentang Maeda Toshinaga, tidak jelas bagai mana sejarah mencatatkan keberadaannya.


Salah seorang yang menjadi titik tolak kekalahan Ishida Mitsunari adalah Kobayakawa Hideaki bersama rekan-rekan lainnya meliputi Wakisaka Yasuharu, Ogawa Suketada, Akaza Naoyasu, dan Kutsuki Mototsuna.


Dari hasil penghianatannya, Tokugawa Ieyasu menghadiahi pertukaran wilayah kekuasaan yang mulanya provinsi Chikuzen dengan nilai 360.000 kokudaka menjadi provinsi Bizen yang bernilai 570.000 kokudaka. Hanya saja, dengan prestasinya yang demikian, tidak menjadikannya sebagai seorang yang berkuasa karena pada tahun 1602, Kobayakawa Hideaki diketahui meninggal dunia dengan dugaan sakit gila. Kemungkinan, penyakit gilanya ini timbul akibat depresi yang berat lantaran banyaknya tekanan dari luar, terlebih lagi usianya yang terbilang muda, yaitu 21 tahun, puncak kepemimpinannya juga tidak dapat diturunkan kepada keturunannya sendiri.


Tokugawa Ieyasu sangat mengerti pelaku politik yang baik dan setia. Hal ini tentu dinilai sebelum Pertempuran Sekigahara berlanjut. Jika Kobayakawa Hideaki mendapatkan imbalan atas usahanya menjatuhkan Ishida Mitsunari, Wakisaka Yasuharu dan Kutsuki Mototsuna juga diajak Kobayakawa Hideaki pun mendapat wilayah kekuasaan. Tapi hal ini tidak berlaku kepada Ogawa Suketada dan Akaza Naoyasu. Mereka dinilai sebagai seorang yang tidak pantas mendapatkan imbalan karena hanya akan menimbulkan kekhawatiran sendiri bagi pemerintahan Tokugawa Ieyasu kelak.


Alasan Tokugawa Ieyasu sangat mendasar. Ogawa Suketada dikenal sebagai seorang yang penjilat, dan ini dibuktikan dengan catatan militernya yang terkenal dengan pembelotannya yang berkali-kali. Sehingga Ogawa Suketada pun dikenal tidak setia. Selain itu pula, putra pewarisnya adalah seorang yang dengan Ishida Mitsunari, musuh bebuyutan Tokugawa Ieyasu sendiri. Ogawa Suketada akhirnya meninggal dunia setahun setelah kejadian Pertempuran Sekigahara. Sedang Akaza Naoyasu, yang juga takut mendengar bunyi tembakan dinilai sebagai seorang yang tidak mampu memimpin barisan jika kelak terjadi pertempuran kembali. Selain itu, Akaza Naoyasu juga seorang pengikut Maeda Toshinaga yang juga tidak mendapatkan penghormatan Akaza Naoyasu akhirnya meninggal pada tahun 1606.




Pembagian Wilayah Kekuasaan


Seperti yang telah dijanjikan Tokugawa Ieyasu, bagi para daimyō pendukungnya akan diberikan daerah kekuasaan yang lebih luas dari sebelumnya. Sebagai gantinya, Tokugawa Ieyasu mengasingkan beberapa daimyō yang bukan pendukungnya. Bahkan tercatat pasca-Sekigahara, nilai wilayah yang langsung berada di bawah kekuasaan Tokugawa Ieyasu bertambah drastis dari 2.500.000 koku menjadi 4.000.000 koku. Berikut perluasan wilayah yang telah dijanjikan.

  1. Hosokawa Tadaoki yang tadinya memiliki provinsi Tango (Miyazu) senilai 180.000 kokudaka ditukar dengan provinsi Buzen (Okura) yang bernilai 400.000 kokudaka.

  2. Tanaka Yoshimasa yang tadinya memiliki provinsi Mikawa (Okazaki) senilai 100.000 kokudaka ditukar dengan provinsi Chikugo (Yanagawa) yang bernilai 325.000 kokudaka.

  3. Kuroda Nagamasa yang tadinya memiliki provinsi Buzen (Nakatsu) senilai 180.000 kokudaka ditukar dengan provinsi Chikuzen (Najima) yang bernilai 530.000 kokudaka.

  4. Katō Yoshiakira dipindahkan dari Masaki (provinsi Iyo) yang bernilai 100.000 kokudaka ke Matsuyama yang terletak di provinsi yang sama tapi bernilai 200.000 kokudaka.

  5. Tōdō Takatora dipindahkan dari Itajima (provinsi Iyo) yang bernilai 80.000 kokudaka ke Imabari yang terletak di provinsi yang sama tapi bernilai 200.000 kokudaka.

  6. Terazawa Hirotaka yang menguasai provinsi Hizen ditingkatkan penghasilannya dari 83.000 kokudaka menjadi 123.000 kokudaka.

  7. Yamauchi Kazutoyo yang tadinya memiliki provinsi Tōtōmi (Kakegawa) senilai 70.000 kokudaka ditukar dengan provinsi Tosa yang bernilai 240.000 kokudaka.

  8. Fukushima Masanori yang memiliki provinsi Owari (Kiyosu) senilai 200.000 kokudaka ditukar dengan provinsi Aki dan Bingo (Hiroshima) yang bernilai 498.000 kokudaka.

  9. Ikoma Kazumasa yang menguasai provinsi Sanuki (Takamatsu) senilai 65.000 kokudaka ditingkatkan penghasilannya menjadi 171.000 kokudaka.

  10. Ikeda Terumasa yang menguasai provinsi Mikawa (Yoshida) senilai 152.000 kokudaka dipindahkan ke provinsi Harima (Himeji) yang bernilai 520.000 kokudaka.

  11. Asano Kichinaga yang menguasai provinsi Kai senilai 220.000 kokudaka dipindahkan ke provinsi Kii (Wakayama) yang bernilai 376.000 kokudaka.

  12. Katō Kiyomasa yang menguasai provinsi Higo ditingkatkan penghasilannya dari 195.000 kokudaka menjadi 515.000 kokudaka.

  13. Date Masamune yang berangkat dari Oshu untuk bergabung dengan kubu Pasukan Timur juga tidak ketinggalan menerima hadiah dari Ieyasu. Provinsi Mutsu (Iwadeyama) yang dimiliki Date Masamune ditingkatkan nilainya dari 570.000 koku menjadi 620.000 koku.

  14. Mogami Yoshiaki yang memiliki provinsi Dewa (Yamagata) ditingkatkan penghasilannya dari 240.000 koku menjadi 570.000 koku.

  15. Wilayah kekuasaan klan Toyotomi yang sewaktu Toyotomi Hideyoshi masih berkuasa bernilai 2.220.000 koku berkurang secara drastis menjadi 650.000 koku. Pelabuhan ekspor-impor di kota Sakai dan Nagasaki yang membiayai klan Toyotomi dijadikan milik Tokugawa Ieyasu, sehingga posisi klan Tokugawa berada di atas klan Toyotomi.

  16. Klan Shimazu dari Satsuma yang kalah dan menderita kerugian besar dalam Pertempuran Sekigahara dan klan Mōri dari Chōshū yang dirampas wilayah kekuasaannya menyimpan dendam kesumat terhadap Tokugawa Ieyasu. Klan Mōri dan klan Shimazu harus menunggu 250 tahun untuk dapat menumbangkan kekuasaan Keshogunan Edo yang dibangun Tokugawa Ieyasu.

    [1] http://id.wikipedia.org/wiki/Pertempuran_Sekigahara
    [2] Seppuku adalah salah satu adat para samurai. Yaitu sebuah tindakan yang merobek perut mereka dan mengeluarkan usus mereka agar dapat memulihkan nama mereka atas kegagalan saat melaksanakan tugas. Seppuku sendiri kini lebih dikenal dengan istilah harakiri (merobek perut). Sedang dalam penulisan dalam kanji Jepang hanya dituliskan secara terbalik. Pada tradisi Jepang, istilah seppuku lebih formal ketimbang harakiri.
    [3] Pakaian tempur yang digunakan pada saat bertempur. Bisanya hanya digunakan oleh pimpinan pasukan (panglima perang).
    [4] Kelompok Samurai/satria perang.
    [5] Ada pendapat lain yang menerangkan bahwa Date Masamune mengirimkan pasukannya kepada Mogami Yoshiaki karena Mogami Yoshiaki sendiri juga menyandera ibu Date Masamune di dalam Istana Yamagata.
    [6] Sejenis waka, syair Jepang kuno sejak zaman Asuka dan zaman Nara (akhir abad ke-6 hingga abad ke-8).
    [7] Bushi/Samurai tak bertuan.