Rabu, 21 Juli 2010

GINZA –Distrik Termahal Dunia


Sudah tidak dapat dipungkiri, Jepang yang dulu sempat menjadi mati akibat ledakan di Hiroshima dan Nagasaki pada 15 Agustus 1945 silam, secara pesat menunjukkan kemajuannya. Dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnya, Jepang memang sudah pantas dikatakan sebagai negara yang maju dan mandiri. Hal ini tentu dikarenakan hampir seluruh bidang telah dikuasainya, terlebih lagi informatika dan teknologinya. Sudah banyak merk-merk ternama yang telah dinikmatai banyak kalangan, baik produk televisi, sepeda motor, mobil, hingga kerajinan-kerajinan kecil lainnya. Dengan wilayah seluas 377,944 km2, negara yang kerap disebut sebagai Negara Sakura ini seolah tidak pernah menyerah dalam mengembangkan negaranya.

Meski Jepang berhasil menjadi negara “product monster”, Jepang tidak pernah lupa dengan daratan. Di tengah kemudahan seseorang menggunakan alat-alat modern buatan negaranya sendiri, Jepang rupanya masih menjunjung tinggi nilai-nilai keluhuran. Seperti yang diajarkan dalam aliran kepercayaannya, Shinto, yang kemudian dijadikan agama rasmi negara, warga Jepang diajarkan untuk selalu menghormati arwah nenek moyang. Dan karena ajaran Shinto selalu kembali ke masa lalu, tentu saja Jepang pun tidak mencampurnya dengan hal-hal yang telah dimodernisasikan.

Sebagai negara kebudayaan, Jepang yang seolah memiliki jadwal rutin tiap bulannya untuk melakukan upacara keagamaan dan atau keadatan pun “melepaskan semua baju” yang dinilai modern. Tentang keefisiensian melakukan ritual dan kemodernan media, semuanya telah ditinggalkan. Ginza misalnya, sebuah wilayah berkelas yang berada di kawasan Chūō, Tokyo ini memiliki banyak keunikan.

Wilayah yang terletak di sebelah selatan Yaesu dan Kyōbashi, barat Tsukiji, timur Yūrakuchō dan Uchisaiwaichō, serta utara Shinbashi ini dikenal sebagai wilayah kelas atas. Bahkan di wilayah ini, kopi seharga 10 USD. Ini berarti, jika $ 1 dikisarkan mencapai ¥ 87 (sesuai dengan pertukaran mata uang per tanggal 21 Juli 2010), tentu untuk meminum kopi saja, seseorang harus mengeluarkan ¥ 870 atau setara dengan Rp 89.610 (¥ 1 = Rp 103,7714).

Sebagai wilayah berkelas, Ginza tentu menyediakan banyak tempat hiburan yang super mahal. Namun dibalik itu semua, rupanya Ginza tidak melulu menyediakan hal-hal yang modern, tapi juga cukup banyak kegiatan dan atau tempat yang super tradisional. Namanya Kabukiza, bangunan yang berdiri sebelum tahun 1990an ini dianggap menjadi salah satu bangunan yang wajib didatangi.

Bangunan yang lebih tepatnya dibangun pada tahun 1889 ini merupakan peninggalan sejarah dari kaln Hosokawa dari Kumamoto atau klan Matsudaira dari Izu. Bangunan yang menampilkan acara drama klasik Jepang, Kabuki ini rupanya telah mengalami ronovasi selama tiga kali, yaitu tahun 1921 oleh Tashichi Kashiwagi, 1924 oleh Shinivhiro Okata, dan 1950 oleh Isoya Yoshida.

Namun karena bangunan ini sering mengalami kehancuran, maka pada musim semi tahun 2010, bangunan ini akan direncanakan direnovasi kembali dengan kekuatan anti gempa. Seperti diketahui, Kabukiza memiliki catatan buruk dlaam perenovasiannya. Di tahun 1921, Kabukiza terpaksa dihancurkan karena ditemukan kebocoran aliran listrik yang bakalan menyebabkan kebakaran dan segera direnovasi pada tahun berikutnya. Namun belum kelar renovasi usai, pada tahun 1923 terjadi gemba bumi di Kanto yang menyebabkan bangunan Kabukiza ini turut rusak parah dan direnovasi pada tahun berikutnya. Dan yang terakhir, saat masa-masa Perang Dunia II berlangsung, bangunan ini pun kembali terpaksa mengalami kerusakan fatal akibat serangan-serangan sekutu dan kembali direnovasi kembali.

Meski bangunan Kabukiza mengalami tiga kali perombakan, namun bangunan ini masih mempertahankan bentuk klasik pertama dibangun. Itu sebab, bangunan yang terletak di sudut Showa dan Harumi Dori ini memang pantas untuk didatangi. Selain bangunannya yang terlihat masih asli, dengan ¥ 1000 para pengunjungnya pun akan disuguhkan permainan drama klasik yang hingga sekarang masih dipertahankan, yaitu drama Kabuki.

Selain Kabukiza, Ginza rupanya juga memiliki bangunan sisa-sisa periode Meiji dan menjadi bangunan yang difungsikan sebagai gedung penjualan barang bergaya barat pertama. Gedung yang dinamakan Mittsukoshi Department Store berada di daerah Harumi Dori di antara persimpangan Sukibayashi dan Tsukiji dan Harumi.

Selain dua gedung di atas yang dianggap sebagai gedung tua bersejarah, rupanya Ginza masih memiliki banyak gedung tua yang hingga kini menjadi tujuan para wisatawan asing. Seperti Wako Ginza misalnya, bangunan yang didirikan sejak tahun 1881 ini memiliki catatan sejarah tersendiri. Dengan letaknya yang berada di jantung kota, Wako Ginza pernah digunakan sebagai maskas sekutu Amerika pada saat Perang Dunia II. Tempat yang semula didirikan oleh Kintarō Hattori sebagai toko arloji dan perhiasan buatannya sendiri. Namun dengan berjalannya waktu, merk dagang yang semula menggunakan namanya sendiri itu pun berangsur diubah, yaitu dari K. Hattori menjadi Seiko Holding Corporation seperti yang hingga kini terdengar. Selain Wako Ginza, rupanya Sony dan Apple pun memiliki gedung yang besar di wilayah ini.

Meski Ginza dikelilingi gedung-gedung tinggi, populasi kepadatan penduduk yang bergengsi pun mengharuskan mereka hidup serba berkecukupan. Namun, ada hal yang sangat unik bagi wilayah ini, yaitu pelarangan penggunaan kendaraan bermotor pada hari Minggu.

Pelarangan penggunaan kendaraan bermotor pada akhir pekan ini rupanya menjadi daya terik tersendiri bagi masyarakat setempat. Dengan adanya pemblokadean lalu-lintas diseluruh jalan, sebagian warga mulai menyemarakkan dengan kegiatan tradisional. Seperti beberapa kegiatan hari yang terkhir, diketahui warganya tengah mengenakan pakaian ala Geisha yang sedang menaiki becak tarik tempo dulu.



Referensi:
Jawa Pos Selasa 20 Juli 2010
http://en.wikipedia.org/wiki/Ginza
http://en.wikipedia.org/wiki/Kabuki-za
http://en.wikipedia.org/wiki/Wako_(retailer)
http://www.japaneselifestyle.com.au/tokyo/ginza.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar