Kamis, 30 Desember 2010

Tokugawa Ieyasu


Dilahirkan dengan nama Matsudaira Takechiyo, Tokugawa Ieyasu kemudian dikenal sebagai salah seorang tokoh yang memunculkan faham kediktaktoran dalam kepemimpinan setelah lama tidak terjadi. Tokugawa Ieyasu sendiri dilahirkan pada tanggal 31 Januari 1543 sebagai keturunan dari pasangan Matsudaira Hirotada dan Odai no Kata.

Matsudaira Hirotada sendiri adalah seorang daimyo yang menguasai Istana Okazaki di Mikawa, sedang sang ibu, Odai no Kata adalah anak perempuan dari seorang Samurai, Mizuno Tadamasa. Setelah kelahiran Tokugawa Ieyasu, kedua orang tuanya pun berpisah cukup lama meski pada akhirnya mereka kembali rujuk. Mereka berpisah setelah sekitar 2 tahun setelah kelahiran anaknya. Sedang masing-masing umur keduanya saat kelahiran Tokugawa Ieyasu adalah 17 tahun untuk Matsudaira Hirotada dan 15 tahun untuk Odai no Kata.

Meski keluarga Matsudaira merupakan salah satu keluarga yang diperhitungkan, dalam internal keluarganya sendiri, keluarga Matsudaira banyak terlibat pertikaian di dalamnya. Puncaknya ketika sekitar tahun 1550, dimana dalam keluarga Matsudaira terdapat dua kubu yang masing-masing ingin menjadi pengikut dari Klan Oda maupun Klan Imagawa. Dan yang menjadi tragisnya, dengan ketidak sepakatan dalam internal, kakek dari Tokugawa Ieyasu, Matsudaira Kiyoyasu pun harus membayarnya dengan nyawa.[1]

Menginjak tahun 1548, Klan Oda yang melihat keistimewaan di daerah Mikawa pun sgera mencoba melakukan invasi. Namun, rencana trsebut pun kemudian terdengar oleh Matsudaira Hirotada dan segera mungkin meminta bantuan kepada Klan Imagawa untuk dapat membantunya. Hanya saja, meski Klan Imagawa menyetujui untuk melindungi Matsudaira Hirotada, Imagawa Yoshimoto pun meminta jaminan dengan menunjuk Tokugawa Ieyasu sebagai sandera. Lantaran dianggap perlu, Matsudaira Hirotada pun menyetujui permintaan kepala Klan Imagawa tersebut.

Lantaran tidak menginginkan usahanya gagal, Oda Nobuhide yang mengetahui perihal dukungan Klan Imagawa pun kemudian merencanakan untuk melakukan penculikan. Dan berhasil, Oda Nobuhide pun kemudian menculik Tokugawa Ieyasu yang masih berumur 6 tahun tersebut dari pasukan pengiringnya.[2] Setelah aksi penculikan terhadap Tokugawa Ieyasu berhasil, Oda Nobuhide pun kemudian mengancap kepada Matsudaira Hirotada untuk segera memutuskan hubungannya dengan Klan Imagawa atau Tokugawa Ieyasu akan dibunuh. Namun di balik itu semua, demi menunjukkan bukti kesetiaannya kepada Klan Imagawa, Matsudaira Hirotada pun membiarkan Tokugawa Ieyasu terbunuh.

Mendengar penolakan ancaman tersebut, Oda Nobuhide pun menjadi terkejut. Meski Oda Nobuhide sudah mengancam untuk membunuh Tokugawa Ieyasu, Oda Nobuhide ternyata tidak membunuh Tokugawa Ieyasu. Oda Nobuhide malah melindungi Tokugawa Ieyasu sebagai sanderanya di kuil Manshoji di Nagoya.

Menginjak tahun 1549, tepat diusianya yang ke-7 tahun, Tokuigawa Ieyasu mendapatkan kematian sang ayah. Dan di tahun yang sama pula, dengan adanya penyakit yang meliputi tubuh Oda Nobuhide, dirinya pun menemui ajalnya. Dan secara langsung, Oda Nobuhiro yang menjadi anak pertama Oda Nobuhide pun menjadi kepala klan yang baru. Mendengar kabar adanya transisi kepemimpinan, Klan Imagawa yang dipimpin Imagawa Sessai pun segera melancarkan serangan untuk menjatuhkan kekuatan Klan Oda.

Dalam penyerangan tersebut, ternyata Oda Nobuhiro pun tidak mampu mempertahankan istananya hingga keadaan semakin terpuruk. Hingga tahun 1549, 2 tahun setelah kematian Oda Nobuhide, Imagawa Sessai yang hampir menjatuhkan Klan Oda seluruhnya pun mencoba membuat kesepakatan dengan Oda Nobunaga, adik dari Oda Nobuhiro. Dalam kesepakatan tersebut, Imagawa Sessai memberikan opsi tentang keadaan klannya. Jika Oda Nobunaga setuju untuk tunduk kepada Klan Imagawa, maka tali keturunan Klan Oda akan dibiarkan, tapi jika tidak, Klan Oda pun terpaksa dihabisi.

Dengan melihat kesempatan emas tersebut, Oda Nobunaga pun kemudian menyetujui persyaratan Imagawa Sessai untuk menyerah. Hal ini tentu saja bertolak dengan kakaknya yang menginginkan untuk tetap bertahan. Karena perbedaan tersebutlah, tidak diketahui bagaimana selanjutnya, Oda Nobunaga pun kemudian menyerahkan Tokugawa Ieyasu kepada Imagawa Sessai untuk dijadikan sandera di usianya yang ke-9 tahun di Sumpu.

Dan dengan menjadinya Tokugawa Ieyasu sebagai sandera Klan Imagawa, secara tidak langsung, Tokugawa Ieyasu pun berangsur menjadi pengikut setia Klan Imagawa. Hingga memasuki tahun 1556, saat usia Tokugawa Ieyasu beranjak 15 tahun, Tokugawa Ieyasu yang sebelumnya masih menggunakan nama keluarganya, Matsudaira Takechiyo pun mengganti namanya menjadi Matsudaira Jirōsaburō Motonobu. Dan setahun selanjutnya, Tokugawa Ieyasu pun kmbali mengganti namanya menjadi Matsudaira Kurandonosuke Motoyasu setelah menikahi istri pertamanya.

Sebagai pengikut Klan Imagawa, setelah dinilai mencukupi umur, Tokugawa Ieyasu pun kemudian mendapatkan perintah untuk segera menyerang Klan Oda. Dan dalam penyerangannya tersebut, Tokugawa Ieyasu pun kemudian memenangkan pertempurannya di Terabe.

Melihat kekalahan yang menyedihkan pada Klan Oda, pada tahun 1560, Oda Nobunaga pun kemudian menjadikan dirinya sebagai kepala klan setelah Oda Nobuhiro meninggal. Dengan adanya pengangkatan Oda Nobunaga sebagai kepala klan baru, Oda Nobunaga pun kemudian membuat kesepakatan dengan Tokugawa Ieyasu.

Tidak diketahui dengan jelas memang bagaimana bentuk kesepakatan tersebut. Hanya saja, ketika Yoshimoto diangkat sebagai panglima tertinggi dari Klan Imagawa untuk menyerang kembali Klan Oda, Tokugawa Ieyasu enggan untuk membantu hingga menyebabkan kematian Yoshimoto itu sendiri di Pertempuran Okehazama.

Pembelotan Tokugawa Ieyasu tersebut diduga dengan adanya penyanderaan istri dan anaknya yang bernama Matsudaira (Tokugawa) Nobuyasu oleh Klan Imagawa. Itu sebab, setelah Yoshimoto menemui ajalnya, Tokugawa Ieyasu pun kemudian memecahkan diri dengan Klan Imagawa dan segera menduduki Kaminojo dan membangun istananya sendiri. Dan merasa mampu menjadi pemimpin, Tokugawa Ieyasu pun kemudian mrombak seluruh kepengurusan klannya dan menjadikannya sebagai kepala klan yang baru serta memposisikan beberapa panglim aperang yang disebarkan di tanah kelahirannya, Mikawa. Beberapa yang mnjadi manusia pilihannya meliputi Honda Tadakatsu, Ishikawa Kazumasa, Koriki Kiyonaga, Hattori Hanzō, Sakai Tadatsugu, dan Sakakibara Yasumasa.

Karir Tokugawa Ieyasu memang terbilang sangat mengesankan. Bahkan keajaiban pun kerap menemaninya. Bahkan dalam penguasaan tanah kelahirannya pun, Tokugawa Ieyasu yang sempat bersiteru dengan pasukan Mikawa Monto dan hampir menyebabkan kematiannya. Namun demikian, Tokugawa Ieyasu pun tidak kunjung mati.[3]

Memasuki tahun 1567, nama Tokugawa Ieyasu itu sendiri pun digunakannya secar resmi setelah sebelumnya menggunakan nama Matsudaira Kurandonosuke Motoyasu. Dan pada tahun berikutnya (1568), setelah Tokugawa Ieyasu berhasil memiliki wilayah kekuasannya sendiri, dirinya bersama Takeda Shingen pun sepakat untuk menggulingkan kekuasaan Klan Imagawa. Dan dengan adanya kesepakatan tersebut, keduanya pun berhasil menguasai wilayah kekuasaan Klan Imagawa, masing-masing diantaanya adalah Takeda Shingen yang menguasai provinsi Saruga dan Tokugawa Ieyasu sendiri berhasil menguasai provinsi Tōtōmi.

Merasa memiliki wilayah kekuasaan yang semakin luas, Tokugawa Ieyasu pun kemudian memutuskan untuk tidak kembali bekerjasama dengan Takeda Shingen. Mendengar kabar tidak mengenakkan tersebut, Takeda Shingen pun kemudian merangkul Klan Hōjō. Dan menginjak bulan Oktober 1571, Takeda Shingen bersama Klan Hōjō pun sepakat untuk menundukkan provinsi Tōtōmi.

Mendengar kemarahan dari pihak Klan Takeda, Tokugawa Ieyasu pun kemudian segera meminta bantuan kepada Klan Oda untuk mengirimkan pasukannya. Dan dengan dikirimnya bantuan dari Klan Oda, Tokugawa Ieyasu pun akhirnya menyepakati pertempurannya dengan Takeda Shingen pada tahun 1573. Dengan adanya pertempuran mereka yang disebut dengan Pertempuran Mikatagahara, Tokugawa Ieyasu akhirnya menemui kekalahannya yang sangat besar. Namun demikian, Tokugawa Ieyasu yang kembali selamat pun kembali membangun kekuatannya.

Sebuah keberuntungan kembali memihak kepada Tokugawa Ieyasu yang kemudian mendapatkan berita kematian Takeda Shingen di tahun bersamaan jatuhnya Tokugawa Ieyasu. Dan dengan kembali meminta bantuan Klan Oda, Tokugawa Ieyasu pun kembali merebut kekuasaannya yang pernah jatuh.

Dengan kematian Takeda Shingen, Klan Takeda pun kemudian dilanjutkan oleh anaknya, Takeda Katsuyori. Dan dengan peralihan kekuasaan tersebut, ternyata tidak mampu menjaga kekuatannya sebelumnya yang mampu mengusir Tokugawa Ieyasu dari provinsi Tōtōmi. Dan tepat pada tahun 1575, dengan bantuan tentara dari Klan Oda yang mencapai 30.000 pasukan, Tokugawa Ieyasu akhirnya mampu menundukkan wilayahnya kembali dengan mengusir Takeda Katsuyori kembali ke provinsi Kai pada tanggal 28 Juni 1575.

Meski Takeda Katsuyori telah kalah dalam pertempurannya, Takeda Katsuyori ternyata kembali mengatur rencananya untuk membalas dendam. Dalam pembalsan dendam tersebut, istri dan anak Tokugawa Ieyasu yang masih dijadikan sandera pun ditugasi untuk membunuh Oda Nobunaga karena telah melakukan kesalahan dengan membantu Tokugawa Ieyasu. Tepat pada tahun 1579, setelah Tokugawa Ieyasu mengetahui rencana Takeda Katsuyori yang menggunakan istri dan anaknya pun tidak ambil diam. Istrinya pun kemudian dihukum mati oleh Tokugawa Ieyasu itu sendiri dan sedang Matsudaira Nobuyasu, anaknya pun disuruh untuk melakukan seppuku.

Setelah urusan internal keluarganya usai, Tokugawa Ieyasu bersama pasukan Klan Oda pun kemudian menyerang pusat kekuatan Klan Takeda yang berada di provinsi Kai. Dan dalam Pertempuran Temmokuan itulah Takeda Katsuyori dan anaknya, Takeda Nobukatsu pun mengalami kekalahan dan kematiannya di tahun 1582.

Kematian Oda Nobunaga pada tahun 1582, menyebabkan dendam tersendiri bagi Tokugawa Ieyasu. Dengan dirinya yang berada di Osaka, Tokugawa Ieyasu pun mencoba untuk mengejar Akechi Mitsuhide, seorang yang telah membunuh Oda Nobunaga. Hanya sajka, usahanya tersebut pun sia-sia lantaran Toyotomi Hideyoshi ternyata lebih dahulu mengalahkan Akechi Mitsuhide dalam Pertempuran Yamazaki. Namun demikian, setelah Tokugawa Ieyasu mengetahui keterlibatan salah satu penguasa besar di provinsi Kai, Tokugawa Ieyasu pun mencoba mengisolasi provinsi tersebut dengan mengerahkan seluruh kekuatannya.

Di sisi lain, Hōjō Ujimasa, pemimpin tertinggi bagi Klan Hōjō pun juga mengerahkan pasukan besarnya untuk menghadang gerakan Tokugawa Ieyasu. Hanya saja, keduanya akhirnya sepakat untuk tidak mengangkat senjatanya masing-masing setelah terjadi pertemuan diantara keduanya. Dalam kesepakatan tersebut, Tokugawa Ieyasu berhak mengatur dan mengambil alih kekuasaan di seluruh wilayah provinsi Kai dan Shinano, sedang Hōjō Ujimasa mendapatkan wilayah provinsi Kazusa. Dan di tahun yang bersamaan, tahun 1583, Toyotomi Hideyoshi pun kemudian menjadi seorang daimyo yang berkuasa sebagai pengganti kekuasaan Oda Nobunaga setelah mengalahkan Shibata Katsuie.

Sebagai dua individu yang sama-sama ingin menguasai Jepang secara utuh, Tokugawa Ieyasu dan Toyotomi Hideyoshi pun akhirnya terlibat dalam pertikaian. Dengan dikirimnya pasukan Tokugawa Ieyasu untuk menundukkan provinsi Owari, Toyotomi Hideyoshi pun melakukan hal yang serupa untuk menantang kekuatan Tokugawa Ieyasu. Hanya saja, dalam kesempatan kali pertama tersebut, pasukan Toyotomi Hideyoshi ternyata tidak mempu membendung kekuatan Tokugawa Ieyasu. Namun demikian, setelah beberapa waktu kemudian, Toyotomi Hideyoshi pun akhirnya melakukan negosiasi dengan lawannya tersebut. Dan dalam kesepakatannya, Toyotomi Hideyoshi pun memebrikan keamanan kepada Oda Nobuo dan membiarkan Tokugawa Ieyasu kembali dengan urusannya. Dan sebagai jaminannya, O Gi Maru atau yang kemudian dikenal dengan Yūki (Matsudaira) Hideyasu, anak kedua Tokugawa Ieyasu pun harus dijadikan sandera dan anak angkat dari Toyotomi Hideyoshi.

Meski keduanya akhirnya memilih jalan perdamaian, ketika Toyotomi Hideyoshi yang sedang melakukan penyerangan di Shikoku dan Kyushu pun tidak mendapatkan bantuan dari Tokugawa Ieyasu itu sendiri.

Di tahun 1590, Toyotomi Hideyashi pun kemudian terlibat bentrok dengan Klan Hōjō. Dalam bentrokan tersebut, Toyotomi Hideyoshi meminta kepada Hōjō Ujimasa, seorang penguasa dari Klan Hōjō yang menguasai 8 provinsi di Kantō untuk segera tunduk kepadanya. Namun usulan tersebut pun kemudian ditolak Hōjō Ujimasa. Merasa ditolak, Toyotomi Hideyoshi pun segera melancarkan serangannya. Sedang di sisi lain, Hōjō Ujimasa yang sebelumnya menjadi rekan Tokugawa Ieyasu pun segera meminta bantuan.

Dalam pertempuran tersebut, Toyotomi Hideyoshi pun kemudain dihadapkan dengan pasukan gabungan Hōjō Ujimasa-Tokugawa Ieyasu yang sebesar 60.000 Samurai yang terlatih. Namun haltersebut tentu tidak sepadan dengan pasukan Toyotomi Hideyoshi itu sendiri yang mencapai 160.000 pasukan. Dan selama pertempuran berlangsung di Istana Odawara, Toyotomi Hideyoshi yang mengetahui keterlibatan Tokugawa Ieyasu yang membantu Hōjō Ujimasa pun kemudian mencoba membuat kesepakatan. Dalam kesepakatan tersebut, Toyotomi Hideyoshi yang menginginkan wilayah Klan Hōjō pun memberikan 5 dari 8 provinsi kekuasaan Hōjō Ujimasa kepada Tokugawa Ieyasu jika dirinya mau berdiri di belakang (tunduk) Toyotomi Hideyoshi.

Merasa ingin memiliki daerah kekuasaan yang lebih luas, Tokugawa Ieyasu pun kemudian menerima kesepakatan tersebut dan menghianati Hōjō Ujimasa. Dalam pertempuran tersebut, Tokugawa Ieyasu bersama Toyotomi Hideyoshi pun akhirnya mampu mengalahkan Hōjō Ujimasa. Dan sesuai perjanjiannya, Tokugawa Ieyasu pun kemudian mendapatkan 5 provinsinya dan tunduk kepada Toyotomi Hideyoshi. 5 provinsi yang dikuasainya kemudian meliputi Mikawa itu sendiri, Tōtōmi, Suruga, Shinano, dan Kai.

Dalam pengaruh kekuasaannya yang baru, Tokugawa Ieyasu pun kemudain mengerahkan seluruh pasukannya ke selkuruh wilayah kekuasaannya tersebut dan mendirikan Istana Edo di Kantō. D\Sedang dalam pergerakan internalnya, Tokugawa Ieyasu yang akhirnya menguasai wilayah Klan Hōjō pun mengambil alih seluruh pasukannya yang tersisa. Bukan hanya itu saja, Tokugawa Ieyasu ternyata juga merombang seluruh tatanan Kantō. Tokugawa Ieyasu kemudian mengisolasi dari seluruh peradaban Jepang yang sedang kalut dan mengatur segi keekonomiannya berdasarkan aturan Toyotomi Hideyoshi. Bahkan ketika Toyotomi Hideyoshi sedang melakukan invasinya ke Joseon, Tokugawa Ieyasu pun tidak mengambil peran. Lantaran kekuatan Tokugawa Ieyasu semakin besar, dirinya pun kemudian dikenal sebagai daimyo kedua yang berpengaruh saat itu. Hingga akhirnya Tokugawa Ieyasu sendiri menjadi seorang yang paling dimusuhi dikalangan pengikut keluarga Toyotomi saat Toyotomi Hideyoshi menemui ajalnya.

Setelah kematian Toyotomi Hideyoshi tersebut, Tokugawa Ieyasu yang kemudian bentrok dengan Ishida Mitsunari pun akhirnya mampu menguasai keseluruhan Jepang dengan diangkatnya dirinya mejadi Sei I Tai Shogun oleh Kaisar Goyōzei pada tahun 1603 setelah menang dari Pertempuran Sekigahara (15 September 1600).
2 tahun setelah dirinya menjadi Shogun, Tokugawa Ieyasu pun kemudian menyerahkan jabatannya kepada sang anak, Tokugawa Hidetada pada tahu 1605. Hanya saja, Tokugawa Ieyasu yang kemudian menempati Istana Sunpu pun masih mendikte kekuasaan anaknya hingga kematiannya sendiri. Dan dalam pendikteannya, Tokugawa Ieyasu yang menjabat sebagai Ōgosho (pensiunan Shogun) pun melanjutkan pembangunan Istana Edo[4] yang belum kelar.

Di akhir hayatnya, Tokugawa Ieyasu yang sedang mengidap penyakit kanker (sebagian data menyebuitkan penyakitnya adalah syphilis) akhirnya meninggal pada usianya yang ke-73 tahun pada tanggal 1 Juni 1616. Dan kematiannya sendiri pada awlanya di percaya di kuburkan di makam Gongen yang dibangun dengan besar dan indah di Kunōzan (Kunōzan Tōshōgū). Dan setahun kemudian, setelah perayaan kematiannya, makam Tokugawa Ieyasu pun dipindahkan ke kuil Nikkō (Nikkō Tōshōgū).
Kematiannya tersebut, Tokugawa Ieyasu akhirnya meninggalkan 19 istri (dan selir/dayang/simpanan) beserta 11 putra dan 5 putri serta cucu. Kesebelas putranya tersebut adalah Matsudaira Nobuyasu, Yūki Hideyasu, Tokugawa Hidetada, Matsudaira Tadayoshi, Takeda Nobuyoshi, Matsudaira Tadateru, Matsuchiyo, Senchiyo, Tokugawa Yoshinao, Tokugawa Yorinobu, dan Tokugawa Yorifusa. Dan kelima putrinya adalah Kame Hime, Toku Hime, Furi Hime, Matsu Hime, Eishōin Hime, dan Ichi Hime. Sedang cucu yang ditinggalkankannya yang dilahirkan semasa Tokugawa Ieyasu masih hidup adalah Tokugawa Yorinobu (daimyo provinsi Kii), Tokugawa Yoshinao (daimyo provinsi Owari), dan Tokugawa Yorifusa (daimyo provinsi Mito).[5]


[1] Sang ayah, Matsudaira Hirotada menginginkan untuk menjadi pengikut Klan Imagawa, sedang sang kakek, Matsudaira Kiyiyasu menginginkan menjadi pengikut Klan Oda.
[2] Timon Screech dalam “Secret Memoirs of the Shoguns: Isaac Titsingh and Japan, 1779-1882” (2006), hal. 85
[3] Mikawa Monto adalah sebuah daerah yang berada di provinsi Mikawa itu sendiri. Namun dalam kebijakannya, Mikawa Monto lebih cendeung mengikuti provinsi Kaga. Dalam wilayahnya tersebut, Mikawa Monto terkenal dengan bayaknya kuil-kuil. Dan perihal pertikaian yang terjadi antara Tokugawa Ieyasu dengan pasukan Mikawa Monto disebabkan oleh penolakan terhadap Tokugawa Ieyasu yang ingin kemnguasai wilayah Mikawa seluruhnya.
[4] Istana Edo kemudian dikenal sebagai istana terbesar diseluruh kawasan Jepang. Dan istana tersebut akan digunakan Tokugawa Ieyasu sebagai tempat peristirahatannya yang terakhir.
[5] http://en.wikipedia.org/wiki/tokugawa_ieyasu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar