Kamis, 18 Februari 2010

Sekigahara I

Pertempuran Sekigahara
15 September 1600



Seperti yang dinyatakan oleh Klemens Wilhelm Jacob Meckel, pasukan di bawah pimpinan Ishida Mitsunari sudah mempunyai tiket kemenangan dengan cara mengepung posisi pasukan Tokugawa Ieyasu. Hanya saja, pertempuran yang hanya berlangsung tidak lebih dari sehari itu berbalik menjadi kemenangan Tokugawa Ieyasu setelah beberapa pasukan Ishida Mitsunari berpihak kepada Tokugawa Ieyasu. Terlebih lagi, keadaan di Sekigahara sedang ditutupi oleh kabut yang tebal, sehingga masing-masing pasukan tidak mengetahui dengan jelas siapa lawan siapa kawan.


“Kawan dan lawan saling dorong, suara teriakan di tengah letusan senapan dan tembakan panah, langit bergemuruh, tanah tempat berpijak berguncang-guncang, asap hitam membubung, siang bolong pun menjadi gelap seperti malam, tidak bisa membedakan kawan atau lawan, pelat pelindung leher (pada baju besi) menjadi miring, pedang ditebas ke sana ke mari.” Ōta Gyūichi, seorang saksi dalam Pertempuran Sekigahara.[1]


Pertarungan pun dimulai ketika pasukan pimpinan Matsudaira Tadayoshi memulai penyerangan terhadap Ukita Hideie yang menjadi kekuatan utama pasukan Ishida Mitsunari. Aksi penyerangan dari Matsudaira Tadayoshi ini pada awalnya dilarang oleh Fukushima Masanori yang juga menjadi pimpinan pasukan gabungan pendukung Tokugawa Ieyasu. Bersama pasukan Ii Naomasa inilah pasukan Matsudaira Tadayoshi bermaksud lewat menerobos tebalnya kabut.
Dengan adanya serangan dari pasukan Matsudaira Tadayoshi, pasukan pimpinan Ukita Hideie pun kembali menyerang. Meski pasukan gabungan pimpinan Fukushima Masanori ini hanya terdiri dari 6.000 prajurit, namun dengan serangannya yang mendadak ini pun mampu membuat pasukan Ukita Hideie yang terdiri dari 17.000 prajurit kelabakan sehingga hanya menjadikan situasi pertempuran saling desak dan saling bunuh tanpa ada perlawanan yang khusus.


Sedang pasukan pimpinan Kuroda Nagamasa yang terdiri dari 5.400 prajurit dan pasukan Hosokawa Tadaoki yang terdiri dari 5.100 prajurit ini secara bersamaan mulai menyerang pasukan Ishida Mitsunari. Hanya saja, pasukan pimpinan Shima Sakon dan Gamō Satoie mampu membendung penyerangan tersebut dan berhasil mengalahkan sebagian besar pasukan gabungan Tokugawa Ieyasu tersebut.


Dengan pertempuran yang banyak melibatkan pasukan dari berbagai panglima ini pun menjadikan Ishida Mitsunari gerah karena tidak juga berhasil memukul mundur pasukan Tokugawa Ieyasu. Itu sebab Ishida Mitsunari membuat isyarat asap untuk meminta bantuan dengan memanggil pasukan yang belum turun dalam medan pertempuran. Meski telah mengetahui isyarat yang telah diberikan oleh Ishida Mitsunari, pasukan pimpinan Shimazu Yoshihiro secara terang menolak untuk bergabung. Sedang pasukan Mōri Terumoto tidak dapat berbuat apa-apa dalam pertempuran tersebut karena dihalangi oleh pasukan Kikkawa Hiroie.


Seperti yang diketahui, Kikkawa Hiroie pada dasarnya berada dalam satu kesatuan dengan Mōri Terumoto yang membantu Ishida Mitsunari. Hanya saja, dengan kekuasaan yang dimiliki oleh Tokugawa Ieyasu, Kikkawa Hiroie pun dijanjikan memperoleh wilayah kekuasaan Klan Mōri apabila mampu menghalangi pasukan Mōri Terumoto membantu menyerang pasukan pemerintahan. Melihat kekuasaan Mōri Terumoto yang mencapai 1.205.000 kokudaka, Kikkawa Hiroie pun menjadi tergiur dan menjadi berpihak kepada Tokugawa Ieyasu.


Bukan hanya Kikkawa Hiroie saja yang menjadi penghianat dalam pertempuran tersebut. Kobayakawa Hideaki yang sebelumnya berada di pihak Ishida Mitsunari pun secara tersembunyi telah bersekongkol dengan Tokugawa Ieyasu.


Berbeda dengan Kikkawa Hiroie yang langsung menyerang Mōri Terumoto, Kobayakawa Hideaki yang diikuti oleh Wakisaka Yasuharu, Ogawa Suketada, Akaza Naoyasu, dan Kutsuki Mototsuna untuk mendukung Tokugawa Ieyasu ini pada awalnya hanya menunggu keadaan yang sedang berlangsung sengit tersebut. Hanya saja, Tokugawa yang melihat aksi Kobayakawa Hideaki ini pun menjadi geram dan memerintahkan pasukannya untuk menembak ke posisi pasukan Kobayakawa Hideaki di Gunung Matsuo. Dan dengan adanya serangan tersebut pun, Kobayakawa Hideaki akhirnya memutuskan untuk turun gunung dan bertempur menggempur sayap kanan gugusan pasukan Ōtani Yoshitsugu.


Dengan adanya posisi yang tidak menguntungkan di pihak Ishida Mitsunari, Shimazu Yoshihiro yang sejak awal meragukan kemenangan pada pihaknya pun mulai ketakutan dan berusaha mundur dengan memotong garis depan pasukan Tokugawa Ieyasu yang semakin kuat. Pasukan pimpinan Fukushima Masanori yang sebelumnya menjadi garis depan pasukan gabungan Tokugawa Ieyasu ini pun menjadi ketakutan melihat kebrutalan pasukan Shimazu Yoshihiro. Melihat kejadian tersebut, pasukan Ii Naomasa, Matsudaira Tadayoshi, dan Honda Tadakatsu pun berusaha membantu dengan berusaha melawan pasukan Shimazu Yoshihiro. Hanya saja, dengan serangan yang tak teratur dari Shimazu Yoshihiro ini menjadikan kebanyakan pasukan lawan banyak terjatuh dan menderita luka-luka.


Dengan banyaknya pasukan Ishida Mitsunari yang berkhianat, menjadikan pihaknya mengalami kekalahan yang telak. Seluruh pasukannya pun dijadikan kocar-kacir dan menjadikan kemenangan pada pihak Tokugawa Ieyasu. Shimazu Yoshihiro yang telah melarikan diri pun pada akhirnya berhasil selamat meski banyak saksi pada awalnya telah menyangka Shimazu Yoshihiro telah melakukan seppuku[2]. Namun demikian, setelah diketahui jasad yang mengenakan jinbaori[3] tersebut adalah Ata Moriatsu, salah seorang pasukan dari Shimazu Yoshihiro. Sedang pasukan Shimazu Yoshihiro yang selamat lainnya hanya tersisa sekitar 80 prajurit saja.

Pembersihan Konflik Pertempuran Sekigahara


Seperti yang diketahui sebelumnya, Tokugawa Ieyasu yang juga sebagian dari dewan lima menteri dan para pelaksana administrasi yang diambil sumpah setia kepada Toyotomi Hideyoshi pun kemudian terlibat bentrok yang melibatkan sebagian besar penguasa kecil di Jepang. Dan dengan adanya pemberontakan dan ketidak percayaan dalam pejabat pemerintahan, Ishida Mitsunari pun menyetakan dengan terang-terangan melawan Tokugawa Ieyasu.


Namun demikian, dengan berlangsungnya perebutan kekuasaan dalam pemerintahan, Tokugawa Ieyasu pun dinyatakan sebagai pemegang pucuk kepemimpinan setelah menang dalam Pertempuran Sekigahara. Itu sebab seusai Pertempuran Sekigahara, Ishida Mitsunari yang kemudian berhasil ditangkap oleh pasukan pimpinan Tanaka Yoshimasa pada tanggal 21 September 1600 ini akhirnya diarak berkeliling kota di Osaka dan Sakai sebelum dieksekusi di Rokujōgawara yang terletak di pinggir sungai Kamo-Kyoto bersama dengan Konishi Yukinaga yang tertangkap pada tanggal 19 September 1600 dan Ankokuji Ekei yang tertangkap tanggal 23 September 1600.


Berbeda dengan Ishida Mitsunari, Ukita Hideie yang setelah Pertempuran Sekigahara melarikan diri ke provinsi Satsuma ini pada akhirnya mendapatkan pengampunan dari Tokugawa Ieyasu. Setelah berhasil ditangkap oleh Shimazu Tadatsune di akhir tahun 1603, Ukita Hideie pun kemudian diserahkan kepada Tokugawa Ieyasu untuk mendapatkan hukuman. Hanya saja, meski Shimazu Tadatsune yang menangkapnya sendiri, bersama dengan Maeda Toshinaga pun kemudian meminta pengampunan atas nyawa Ukita Hideie.


Permintaan pengampunan terhadap Ukita Hideie kepada Tokugawa Ieyasu ini karena menganggap hanya akan menjadikan kesakitan tersendiri bagi istri Ukita Hideie (Putri Gō) yang sebenarnya adalah adik dari Shimazu Tadatsune dan Maeda Toshinaga. Permintaan pengampunan atas nyawa Ukita Hideie inipun akhirnya dikabulkan oleh Tokugawa Ieyasu. Dan sebagai pengganti hukuman mati terhadap Ukita Hideie ini dihukuman dengan diasingkan ke pulau Hachijōjima setelah menjalani hukuman kurungan di gunung Kuno, provinsi Suruga.


Dengan adanya jiwa kepemimpinan dan daerah kekuasaan yang terbilang sangat mempengarui Jepang, Mōri Terumoto yang sebagai panglima tertinggi pihak lawan pun akhirnya dinyatakan bersalah dan harus menanggung hukumannya. Dalam dunia politik Tokugawa Ieyasu, dia sering menggunakan pasukan musuhnya untuk menyerang musuhnya juga. Dan dalam kasus Mōri Terumoto, ketika sedang dalam menjalankan tugasnya menjaga Toyotomi Hideyori di Istana Osaka, Kikkawa Hiroie melakukan penghianatan dengan menyerang pasukan Mōri Hidemoto yang dikirim Mōri Terumoto ke Sekigahara membantu pasukan Ishida Mitsunari.


Dalam penghianatannya, Kikkawa Hiroie dijanjikan oleh Tokugawa Ieyasu untuk memperoleh wilayah kekuasaan Mōri Terumoto. Itu sebab, Kikkawa Hiroie yang masih saudara sepupu Mōri Terumoto pun menjanjikan keamanan dan tidak akan diganggu. Dan di tengah ketenangan Mōri Terumoto, Tokugawa Ieyasu pun mengeluarkan pernyataan tentang kesalahan Mōri Terumoto. Mendengar adanya perintah penghukuman, Kikkawa Hiroie pun segera menghadap Tokugawa Ieyasu sebagai akal liciknya guna mendapatkan wilayah yang dijanjikannya. Namun demikian, kesepakatan telah berubah, Tokugawa Ieyasu tidak menyerahkan seluruh wilayah kekuasaan Mōri Terumoto melainkan hanya dua provinsi yang tersisa (Suō dan Nagato) saja, sehingga pemberian ini pun ditolak oleh Kikkawa Hiroie yang dianggapnya telah melecehkan dirinya dan kedua provinsi tersebut pun masih dikuasai Mōri Terumoto.


Di tengah keterpurukannya, Mōri Terumoto lalu pindah dan membangun Istana Hagi di delta sungai Abugawa (sekarang di Prefektur Yamaguchi serta memilih menjadi pendeta Buddha dengan nama Genan Sōzui. Untuk jabatan kepala keluarga (katoku) diserahkan kepada sang putra pewaris Mōri Hidenari sedangkan Terumoto tetap menjabat sebagai penguasa wilayah han. Namun setelah menginjak tahun 1623, Mōri Terumoto mengundurkan secara penuh dari dunia politik setelah mewariskan jabatan penguasa wilayah han kepada putra pewarisnya Mōri Hidenari dan pelaksanaan pemerintahan kepada Mōri Hidemoto. Dan dua tahun setelah kemunduran dirinya dalam dunia pemerintahan, tepatnya pada tahun 1625 Mōri Terumoto wafat di usia 72 tahun.


Salah seorang lagi yang dinilai sangat kuat dalam hal kepemimpinan dan dinilai masih berpengaruh adalah Uesugi Kagekatsu dari Aizu. Sedang dalam penyelesaian konfliknya, Uesugi Kagekatsu pada akhirnya hanya mendapatkan wilayah Yonezawa bekas kepemimpinan Naoe Kanetsugu yang pernah menjadi pengikut setianya.


Maeda Toshinaga yang juga pendukung Tokugawa Ieyasu pun tidak luput dari hukuman. Tentang jasanya mengungkap para pemberontak setelah dirinya di cap sebagai otak pelakunya, Tokugawa Ieyasu tidak pernah memperdulikannya. Bersamaan dengan Tachibana Muneshige, kekuasaan wilayah yang dimiliki keduanya pun dicabut karena dinilai telah menimbulkan kerugian besar pada pasukan Niwa Nagashige. Dan dengan adanya pengurangan wilayah tersebut, Niwa Nagashige pun dapat segera dipulihkan haknya sebagai daimyō. Tentang Tachibana Muneshige, haknya kemudian juga dikembalikan bersamaan dengan wilayah kekuasaannya setelah Tokugawa Hidetada menjabat sebagai shogun. Dan tentang Maeda Toshinaga, tidak jelas bagai mana sejarah mencatatkan keberadaannya.


Salah seorang yang menjadi titik tolak kekalahan Ishida Mitsunari adalah Kobayakawa Hideaki bersama rekan-rekan lainnya meliputi Wakisaka Yasuharu, Ogawa Suketada, Akaza Naoyasu, dan Kutsuki Mototsuna.


Dari hasil penghianatannya, Tokugawa Ieyasu menghadiahi pertukaran wilayah kekuasaan yang mulanya provinsi Chikuzen dengan nilai 360.000 kokudaka menjadi provinsi Bizen yang bernilai 570.000 kokudaka. Hanya saja, dengan prestasinya yang demikian, tidak menjadikannya sebagai seorang yang berkuasa karena pada tahun 1602, Kobayakawa Hideaki diketahui meninggal dunia dengan dugaan sakit gila. Kemungkinan, penyakit gilanya ini timbul akibat depresi yang berat lantaran banyaknya tekanan dari luar, terlebih lagi usianya yang terbilang muda, yaitu 21 tahun, puncak kepemimpinannya juga tidak dapat diturunkan kepada keturunannya sendiri.


Tokugawa Ieyasu sangat mengerti pelaku politik yang baik dan setia. Hal ini tentu dinilai sebelum Pertempuran Sekigahara berlanjut. Jika Kobayakawa Hideaki mendapatkan imbalan atas usahanya menjatuhkan Ishida Mitsunari, Wakisaka Yasuharu dan Kutsuki Mototsuna juga diajak Kobayakawa Hideaki pun mendapat wilayah kekuasaan. Tapi hal ini tidak berlaku kepada Ogawa Suketada dan Akaza Naoyasu. Mereka dinilai sebagai seorang yang tidak pantas mendapatkan imbalan karena hanya akan menimbulkan kekhawatiran sendiri bagi pemerintahan Tokugawa Ieyasu kelak.


Alasan Tokugawa Ieyasu sangat mendasar. Ogawa Suketada dikenal sebagai seorang yang penjilat, dan ini dibuktikan dengan catatan militernya yang terkenal dengan pembelotannya yang berkali-kali. Sehingga Ogawa Suketada pun dikenal tidak setia. Selain itu pula, putra pewarisnya adalah seorang yang dengan Ishida Mitsunari, musuh bebuyutan Tokugawa Ieyasu sendiri. Ogawa Suketada akhirnya meninggal dunia setahun setelah kejadian Pertempuran Sekigahara. Sedang Akaza Naoyasu, yang juga takut mendengar bunyi tembakan dinilai sebagai seorang yang tidak mampu memimpin barisan jika kelak terjadi pertempuran kembali. Selain itu, Akaza Naoyasu juga seorang pengikut Maeda Toshinaga yang juga tidak mendapatkan penghormatan Akaza Naoyasu akhirnya meninggal pada tahun 1606.




Pembagian Wilayah Kekuasaan


Seperti yang telah dijanjikan Tokugawa Ieyasu, bagi para daimyō pendukungnya akan diberikan daerah kekuasaan yang lebih luas dari sebelumnya. Sebagai gantinya, Tokugawa Ieyasu mengasingkan beberapa daimyō yang bukan pendukungnya. Bahkan tercatat pasca-Sekigahara, nilai wilayah yang langsung berada di bawah kekuasaan Tokugawa Ieyasu bertambah drastis dari 2.500.000 koku menjadi 4.000.000 koku. Berikut perluasan wilayah yang telah dijanjikan.

  1. Hosokawa Tadaoki yang tadinya memiliki provinsi Tango (Miyazu) senilai 180.000 kokudaka ditukar dengan provinsi Buzen (Okura) yang bernilai 400.000 kokudaka.

  2. Tanaka Yoshimasa yang tadinya memiliki provinsi Mikawa (Okazaki) senilai 100.000 kokudaka ditukar dengan provinsi Chikugo (Yanagawa) yang bernilai 325.000 kokudaka.

  3. Kuroda Nagamasa yang tadinya memiliki provinsi Buzen (Nakatsu) senilai 180.000 kokudaka ditukar dengan provinsi Chikuzen (Najima) yang bernilai 530.000 kokudaka.

  4. Katō Yoshiakira dipindahkan dari Masaki (provinsi Iyo) yang bernilai 100.000 kokudaka ke Matsuyama yang terletak di provinsi yang sama tapi bernilai 200.000 kokudaka.

  5. Tōdō Takatora dipindahkan dari Itajima (provinsi Iyo) yang bernilai 80.000 kokudaka ke Imabari yang terletak di provinsi yang sama tapi bernilai 200.000 kokudaka.

  6. Terazawa Hirotaka yang menguasai provinsi Hizen ditingkatkan penghasilannya dari 83.000 kokudaka menjadi 123.000 kokudaka.

  7. Yamauchi Kazutoyo yang tadinya memiliki provinsi Tōtōmi (Kakegawa) senilai 70.000 kokudaka ditukar dengan provinsi Tosa yang bernilai 240.000 kokudaka.

  8. Fukushima Masanori yang memiliki provinsi Owari (Kiyosu) senilai 200.000 kokudaka ditukar dengan provinsi Aki dan Bingo (Hiroshima) yang bernilai 498.000 kokudaka.

  9. Ikoma Kazumasa yang menguasai provinsi Sanuki (Takamatsu) senilai 65.000 kokudaka ditingkatkan penghasilannya menjadi 171.000 kokudaka.

  10. Ikeda Terumasa yang menguasai provinsi Mikawa (Yoshida) senilai 152.000 kokudaka dipindahkan ke provinsi Harima (Himeji) yang bernilai 520.000 kokudaka.

  11. Asano Kichinaga yang menguasai provinsi Kai senilai 220.000 kokudaka dipindahkan ke provinsi Kii (Wakayama) yang bernilai 376.000 kokudaka.

  12. Katō Kiyomasa yang menguasai provinsi Higo ditingkatkan penghasilannya dari 195.000 kokudaka menjadi 515.000 kokudaka.

  13. Date Masamune yang berangkat dari Oshu untuk bergabung dengan kubu Pasukan Timur juga tidak ketinggalan menerima hadiah dari Ieyasu. Provinsi Mutsu (Iwadeyama) yang dimiliki Date Masamune ditingkatkan nilainya dari 570.000 koku menjadi 620.000 koku.

  14. Mogami Yoshiaki yang memiliki provinsi Dewa (Yamagata) ditingkatkan penghasilannya dari 240.000 koku menjadi 570.000 koku.

  15. Wilayah kekuasaan klan Toyotomi yang sewaktu Toyotomi Hideyoshi masih berkuasa bernilai 2.220.000 koku berkurang secara drastis menjadi 650.000 koku. Pelabuhan ekspor-impor di kota Sakai dan Nagasaki yang membiayai klan Toyotomi dijadikan milik Tokugawa Ieyasu, sehingga posisi klan Tokugawa berada di atas klan Toyotomi.

  16. Klan Shimazu dari Satsuma yang kalah dan menderita kerugian besar dalam Pertempuran Sekigahara dan klan Mōri dari Chōshū yang dirampas wilayah kekuasaannya menyimpan dendam kesumat terhadap Tokugawa Ieyasu. Klan Mōri dan klan Shimazu harus menunggu 250 tahun untuk dapat menumbangkan kekuasaan Keshogunan Edo yang dibangun Tokugawa Ieyasu.

    [1] http://id.wikipedia.org/wiki/Pertempuran_Sekigahara
    [2] Seppuku adalah salah satu adat para samurai. Yaitu sebuah tindakan yang merobek perut mereka dan mengeluarkan usus mereka agar dapat memulihkan nama mereka atas kegagalan saat melaksanakan tugas. Seppuku sendiri kini lebih dikenal dengan istilah harakiri (merobek perut). Sedang dalam penulisan dalam kanji Jepang hanya dituliskan secara terbalik. Pada tradisi Jepang, istilah seppuku lebih formal ketimbang harakiri.
    [3] Pakaian tempur yang digunakan pada saat bertempur. Bisanya hanya digunakan oleh pimpinan pasukan (panglima perang).
    [4] Kelompok Samurai/satria perang.
    [5] Ada pendapat lain yang menerangkan bahwa Date Masamune mengirimkan pasukannya kepada Mogami Yoshiaki karena Mogami Yoshiaki sendiri juga menyandera ibu Date Masamune di dalam Istana Yamagata.
    [6] Sejenis waka, syair Jepang kuno sejak zaman Asuka dan zaman Nara (akhir abad ke-6 hingga abad ke-8).
    [7] Bushi/Samurai tak bertuan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar