Senin, 04 Januari 2010

Tertawa ala Gus Dur

Fenomenal yang terjadi di Indonesia mungkin salah satunya adalah dengan adanya Gus Dur. Dengan sosoknya yang dikenal sebagai seorang yang santai ini ternyata memang benar-benar santai. Bahkan kesantaiannya tersebut pun akhirnya menjadikannya dirinya sebagai seorang yang dekat dengan siapapun yang ingin bersamanya. Bukan hanya itu saja, Gus Dur pun banyak mengumbar kata-kata yang dinilai sangat menghibur dan merakyat.

Dengan sikapnya yang terlihat santai dan humoris tersebutlah Gus Dur akhirnya dijauhkan dari kursi puncak kepemimpinan di Indonesia yang sebelumnya dimilikinya, yaitu Presiden Republik Indonesia. Seperti yang diketahui, Gus Dur pernah menjadi Presiden RI pada tahun 1999 yang kemudian terpaksa dicopot pada tahun 2001. Sebagian data menyebutkan bahwa penurunan Gus Dur ini diakibatkan oleh kasus Buloggate dan Bruneigate yang menuduh bahwa Gus Dur terlibat di dalamnya. Benarkah demikian?

Gus Dur memang tokoh yang kontroversial semasa dirinya menjabat sebagai Presiden RI yang ke-4 menggantikan Presiden B.J. Habibie yang sebelumnya juga meggantikan Presiden “seumur hidup” Soeharto. Dan salah satu hal yang menjadikan Gus Dur sebagai seorang kontroversi adalah dengan adanya pembubaran Departemen Penerangan dan Departemen Sosial kala itu. Bahkan tidak tanggung-tanggung, Gus Dur pun kemudian mengeluarkan Dekrit Presiden pada 23 Juli 2001 untuk membubarkan MPR dan DPR. Mungkin saja, usulan pembubaran MPR/DPR ini karena Gus Dur menganggap bahwa wakil-wakil rakyat yang menjabat kala itu dinilai tidak lebih dari sekedar anak TK (taman kanak-kanak). Bagaimana tidak, ketika Gus Dur sedang berdiri di podium di depan seluruh anggota MPR/DPR, Gus Dur pun mengguncang wakil-wakil rakyat tersebut dengan gurauan-gurauannya hingga suasana tegang pun menjadi “kelas taman kanak-kanak” yang dipenuhi dengan candatawa.

Setelah dipikir-pikir, bukan hanya MPR/DPR saja yang seharusnya di cap sebagai anak TK, melainkan seluruh orang yang tidak mengenal dan mengerti Gus Dur lebih dekat. Sebut saja Fidel Castro yang akhirnya tertawa terpingkal-pingkal di “pangkuan” Gus Dur. Bukan hanya pemimpin sangar Kuba Fidel Castro saja yang dapat dibuatnya terpingkal-pingkal karena masih banyak sebenarnya yang kemudian dibuat tertawa olehnya.

Untuk mengenang tawa Gus Dur yang tidak mungkin dilontarkan lagi olehnya, maka dalam bab ini pun sengaja disediakan secara khusus agar pembaca dapat mengetahui betapa konyol situasinya jika harus berhadapan dengan Gus Dur. Berikut adalah beberapa joke-joke ringan yang pernah diutarakan Gus Dur. “Gitu aja kok repot!”


Tuhan dan Anaknya

Cerita ringan ini sempat disampaikan kepada Dahlan Iskan yang kal itu sedang mnjenguk Gus Dur ketika dirinya sedang dalam kadaan sakit. Untuk mengakrabkan suasana, Gus Du pun brcerita tentang seorang Kyai yang sedang mengeluh kepadanya. Kyai tersebut mngeluh kepada Gus Dur karena salah seorang anaknya masuk ke agama Kristen. Hal ini tentu bertolak belakang dengan keyakinannya yang berjalan di jalan Islam. Namun demikian, Gus Dur hanya memberikan gambaran dengan mengatakan, ”Sampeyan (Anda) jangan mengeluh ke Tuhan. Nanti Tuhan akan bilang, ‘Saya saja yang punya anak satu-satunya, masuk Kristen!’”


Fidel Castro dan B.J. Habibie

Sebuah cerita menarik ini di dapat ketika Gus Dur yang kala itu menjabat sebagai Presiden RI ke-4 sedang mengunjungi Kuba dan bertemu dengan pemimpinnya yang terkenal sangar dan menakutkan tersebut, Fidel Castro.

Dalam pertemuannnya tersebut, Gus Dur “menghiburnya” dengan candaannya yang menyebutkan bahwa presiden-prseiden di Indonesia itu gila semuanya. Gus Dur mengatakan kepada Fidel Castro bahwa “Presiden Gila RI” itu ada empat, yaitu yang pertama gila wanita, yang kedua gila harta, yang ketiga gila teknologi, dan yang keempat pemilihnya yang gila.

Seperti yang dikutip dari harian koran Surabaya Post, Gus Dur menyebutkan bahwa Presiden Soekarno yang juga sebagai Presiden RI pertama disebut sebagai gila wanita. Presiden Ri kedua, Presiden Soeharto, disebut sebagai gila harta. Presiden RI ketiga, Presiden Habibie, benar-benar gila ilmu (teknologi). Sedang yang keempat, yaitu dirinya sendiri tidak dinyatakan “gila” karena pemilihnya adalah gila dan dirinya mampu membuat banyak orang gila.

Mendengar penjelasan tersebut, sontak Fidel Castro pun menjadi terpingkal-pingkal. Namun belum sempat tawa tersebut surut, Gus Dur pun kemudian menambahkan pertanyaan kepada Fidel Castro, “Yang Mulia Presiden Castro termasuk yang mana?” Dan dengan dalam kondisiny ayang masih tertawa, Fidel Castro pun menyautnya bahwa dirinya termasuk yang ketiga dan keempat.

(Mungkin) merasa dihinakan, ketika Gus Dur hendak berkunjung ke mantan Presiden Ri ke-3 tersebut di Jerman, salah seorang teman dekat Habibie pun meminta Gus Dur untuk mengulangi ceritanya kepada Fidel Castro tersebut. Hanya saja, Gus Dur pun sedikit merubah ceritanya hanya untuk “menghibur” sang mantan presiden. Dalam ceritanya tersebut, Gus Dur mengatakan kepada Fidel Castro bahwa Presiden RI itu hebat-hebat. Presiden Soekarno dinyatakan sebagai negarwan, Presiden Soeharto dinyatakan sebagai hartawan, Presiden Habibie adalah seorang ilmuwan, sdang dirinya sendiri adalah wisatawan.


Presiden Filipina dan 3 anaknya

Gus Dur memang tidak tanggung-tanggung dalam hal mengeluarkan candanya. Jika dengan Fidel Casto dirinya menceritakan tentang Presiden RI, kali ini Gus Dur pun mengeluarkan candanya tentang Presiden Filipina dengan ketiga anaknya.

Diceritakannya kala itu bahwa Presiden Filipina yang memiliki kekuasaan “abadi” pun kemudian menjadikan ketiga anaknya berulah. Ketiga anak-anaknya ini tidak perduli dengan apa yang akan terjadi, yang mereka ketahui adalah mereka berhak melakukan apapun karena sebagai anak nomor satu di Filipina. Dengan kondisinya yang demikian, anak keduanya pun mencoba mencari sensasi dengan menyebarkan uang kertas bernilai 5 peso hingga jutaan jumlahnya melalui pesawat terbang. Namun aksi ini pun kemudian tidak dapat diterima oleh sang kakak. Merasa disepelekan, sang kakak pun mengikuti jejak sang adik, hanya saja, jumlah yang disebarkan kala itu jauh lebih banyak.

Merasa tidak ingin disaingi, si bungsu pun kemudian mencoba melakukan hal yang berbeda, namun dirinya tidak mengetahui harus berbuat apa. Sebagai anak bungsu dan juga ingin memiliki aksi yang lebih atraktif, dia pun kemudian meminta saran kepada pilot pesawat yang sebelumnya juga ikut dalam aksi kakak-kakaknya sebelumnya.

“Mas kapten, aku ingin popular seperti dua kakakku sebelumnya, tapi tindakan popular apa yang bisa membahagiakan rakyat?” Tanya si putri bungsu.

“Gampang sekali. Buang saja ayah Nona dari atas pesawat.” Jawab sang pilot ringan.


Paraguay VS Brazil

Dalam sebuah pekan, Gus Dur yang gemar mengeluarkn crita-cerita lucu pun mencoba kembali menghibur. Kala itu, Gus Dur pun menceritakan tentang dua negara yang menurutnya sama-sama aneh, yaitu Paraguay dan Brazil.

Diceritakan kala itu seorang Panglima Angkatan Laut (AL) Paraguay sedang melakukan kunjungan ke negara Brazil. Dalam kunjungannya tersebut, panglima tersebut pun akhirnya disambut oleh Panglima AL Brazil. Merasa ingin mendekatkan diri, salah seorang staf dari AL Brazil pun kemudian berceloteh kepada Panglima AL Paraguay, ”Negara Bapak itu aneh, ya. Tidak punya laut tapi punya panglima seperti Bapak.”

Meski dirinya merasa dicemooh, Panglima AL Paraguay tersebut pun akhirnya memilih untuk menanggapinya dengan tenang dan sabar, ”Negeri Anda ini juga aneh, ya. Hukumnya tidak berjalan, tapi merasa perlu mengangkat seorang menteri kehakiman.”


Made in Japan

Suatu ketika, saat Gus Dur sedang dikunjungi oleh temannya yang kebetulan berasal dari Jepang, keduanya pun hendak meneruskan pejalanannya menuju bandara. Seusai pertemuannya di hotel Hilton, keduanya pun sepakat untuk menggunakan jasa taksi untuk lebih merakyat.

Setelah menaiki taksi tersebut, tiba-tiba taksi yang meeka naiki pun dibalap oleh sebuah mobil yang diketahui buatan Jepang. “Aah... Toyota. Made in Japan. Sangat cepat....” Ucap teman Gus Dur dengan bangga.

Bangganya teman Gus Dur kala itu pun hanya disambut dengan senyumnya yang ringan. Namun tidak lama beslang kemudian, sebuah mobil kembali membalap taksi yang mereka tumpangi. “Aah... Nissan. Made in Japan. Sangat cepat....” Ucap teman Gus Dur kembali dengan bangga.

Tidak selang berapa waktu kemudian, taksi mreka kembali dibalap lagi oleh sebuah mobil yang menjadikan teman Gus Dur semakin bangga, ”aah... Mitubishi. Made in Japan. Sangat cepat....” Ucap teman Gus Dur sekali lagi dengan bangga.

Merasa bosan dan jengkel dengan sikap sombong yang diuraikan teman Gus Dur tersebut, sang sopir taksi pun menggunakan kesempatan tersebut untuk memberikan efek jera kepadanya. Setelah keduanya sampai ditujuan, sang sopir pun menarget dengan upah sebanyak 100 USD. Sontak teman Gus Dur pun terkejut dengan biayanya yang terbilang besar tersebut, ”100 dollars?! Its not that far from the hotel....” Melihat kejadian tersebut, Gus Dur bukannya protes ke sopir taksi tersebut untuk membantu temannya, dia malah mendukung si sopir taksi tersebut dengan mengatakan, ”aah... argometer ini kan made in Japan juga, jadi sangat cepat sekali”.


Gus Dur dan Banser (Barisan Serbaguna)

Kisah ini diceritakan kembali oleh Gus Dur yang latar yang kala itu dirinya sedang berkunjung ke Malang untuk menghadiri sebuah acara. Mendengar akan datang Gus Dur dalam acara tersebut pun menyebabkan banyaknya orang yang menantikan kehadirannya tersebut. Itu sebab, untuk mengantisipasi kejadian tersebut, panitia penyelenggara acara pun membagi tugas kepada banser dalam dua tim yang berbeda, yaitu di Bandara Abdurrahman Saleh dan tempat terselenggaranya acara tersebut.

Dengan turunnya pesawat yang dinaiki Gus Dur, salah seorang anggota Banser yang berjaga di bandara pun mencoba menghubungi petugas yang lainnya untuk segra bersiap karena Gus Dur sudah datang. Entah karena terlalu brsemangat atau gugup, petugas yang sedang menghubungi petugas lainnya pun menjadi salah tingkah.

“Halo. Kontek... kontek.... Kyai Abdurrahman Saleh sudah mendarat di Bandara Abdurrahman Wahid (Gus Dur).” Ucap seorang petugas tersebut.

Sontak saja dari sisi lain pun menjadi kebingungan yang akhirnya menjadi tawa yang lebar. Bukannya Kyai Abdurrahman Wahid sudah datang di Bandara Abdurrahman Saleh, malah Kyai Abdurrahman Saleh sudah mendarat di Bandara Abdurrahman Wahid.


Mahfud MD; Orang Madura dan Polisi

Kejadian kali ini tidak melibatkan Gus Dur di dalamnya, melainkan Gus Dur yang kala itu masih menjabat sebagai presiden sedang menceritakan sebuah kisah kepada menteri pertahannya, Mahfud MD.

Dalam pembicaraannya kepada Mahfud MD tersebut, Gus Dur menceritakan bahwa orang Madura itu cerdik-cerdik. Dalam ceritanya, seorang sopir becak sedang melanggar rambu lalu lintas tersebut tertangkap basah oleh seorang polisi yang saat itu sedang bertugas.

“Apa kamu tidak melihat rambu itu? Rambu itu kan artinya becak dilarang masuk!” Bentak polisi tersebut.

“Oh, saya lihat kok, Pak. Tapi, dalam rambu itu kan gambarnya becak kosong dan tidak ada sopirnya. Lha becak saya kan tidak kosong dan ada sopirnya. Berarti kan boleh masuk.” Jawab bang becak ringan.

“Bodoh! Apa kamu tidak membaca tulisan di bawahnya? Di bawah gambar itu kan ada tulisannya becak dilarang masuk!” Bentak polisi tersebut yang semakin kesal.

“Wah, saya kan tidak bisa baca, Pak. Kalau saya bisa baca, ya... saya bisa jadi polisi kayak sampeyan, Pak. Bukan tukang becak kayak begini.” Jawab bang becak kembali dengan nada bergurau.


Telat mencabut

Kembali kenangan yang diperoleh oleh Dahlan Iskan saat menjenguk Gus Dur. Kala itu dahlan Iskan pun diberikan pertanyaan ringan oleh Gus Dur, ”Apa yang menyebabkan persamaan antara sakit gigi, orang hamil, dan rumput panjang?”

Belum sempat pertanyaan tersebut dijawab (yang kmungkinan jika dijawab pun akan salah), Gus Dur pun menjawabnya sendiri ”Penyebab sakit gigi itu sama dengan penyebab orang hamil dan sama juga dengan penyebab mengapa rumput tumbuh tinggi, yaitu sama-sama terlambat dicabut.”


Begitulah Gus Dur. Selalu hidup dengan lelucon-leluconnya untuk membantu orang di sekelilingnya selalu tertawa. Dia lupa bahwa dirinya sedang dalam keadaan yang kurang baik secara fisik, namun demikian kepentingan kebahagiaan orang lainlah yang kiranya diutamakan baginya. Contoh di atas adalah sebagian kecil joke ala Gus Dur, karena sebenarnya masih banyak lelucon-lelucon Gus Dur yang kemudian banyak dituangkan dalam buku khususnya.

Sebagian orang memang memandang bentuk lelucon yang disampaikan Gus Dur ini memang pure lelucon belaka. Hanya saja, hal ini tidak disetujui oleh Jaya Suprana. Bahkan pemimpin tertinggi Museum Rekor Indonesia (MURI) ini menganggap bahwa Gus Dur layak mendapatkan sertifikat MURI karena sering disalah tafsirkan.

Masih dalam pendapat Jaya Suprana, dia menambahkan bahwa salah satu hal yang membuatnya tergelitik adalah adanya sebutan “Pak Gus Dur” yang sering didengarnya. Jaya Suprana masih kurang paham bagaimana seorang memanggil nama Gus Dur dengan penambahan “Pak”. Padahal, menurutnya, “Gus” sendiri dapat diartikan sebagai “Pak”.

Gus Dur di mata Jaya Suprana memang sosok yang sulit diterka. Itu sebab, dia pun kemudian menyamakan sosok Gus Dur ini sama dengan Socrates, seorang filsuf asal Athena-Yunani ini. Dalam penuangan pendapatnya tersebut, Jaya Suprana mengatakan bahwa antara Gus Dur dan Socrates memiliki kesamaan dalam hal pengungkapan yang ngawur atau dalam istilahnya sendiri menggunakan nama “biarisme”. Salah satu yang diingatnya adalah kasus yang menimpa diri Gus Dur akibat pendapatnya yang mengatakan bahwa Kitab Suci al-Quran adalah kitab suci pornografis. Itu sebab, tidak selang setelah pelontaran kalimat tersebut, Gus Dur pun akhirnya mendapat kcaman dan dituntut karena menganggap Gus Dur telah melecehkan dan menghina agama.

Mendengar dan mengetahui kelompok yang mending Gus Dur sebagai pelaku pelecehan agama, Jaya Suprana pun kemudian memberikan komentar bahwa hal tersebut tidak benar. Sedang di sela waktunya, ketika dirinya bertemu dengan Gus Dur itu sendiri, Gus Dur malah dengan santai mengatakan, ”Biar saja, biar rame!”1

Hal senada pun disampaikan oleh Dr. Handojo, dokter umum RS Harum, Kalimalang-Jakarta Pusat yang juga memerankan tokoh Gus Dur dalam acara “Republik mimpi Newsdotcom”. Dr. Handojo menganggap bahwa Gus Dur adalah seorang yang bicara apa adanya dan tidak dibuat-buat jika dihadapkan dalam situasi apapun yang mengaruskan dirinya menjawab. “Gus Dur itu kalau menjawab nggak pernah lama mikir. Ceplas-ceplos....” ucap pria kelahiran Nganjuk 12 Agustus 1954 yang keap disapa Gus Pur ini.2

Dr. Handojo menambahkan, dirinya pernah “diadu” dengan Gus Dur asli saat sedang dalam wawancara dalam acara Kick Andy di Metro TV. Salah satu yang masih membekas dalam pikirannya adalah ketika dirinya ditanya tentang bagaimana jika dirinya terpilih kembali sebagai presiden, apa yang akan dilakukannya, dirinya pun dengan ringan menjawab, ”Ya yang menyangkut hajat hidup rakyat banyak. Rakyat itu kan nggak neko-neko. Asal sandang, pangan, kesehatan, pendidikan terpenuhi.”

Pertanyaan pun kemudian berlanjut dengan apa alasannya tidak dilakukan pada saat dirinya menjadi presiden, Dr. Handojo kembali mengeluarkan statement bahwa dirinya tidak sempat melakukannya. “Nggak sempat, baru sebentar sudah diturunin.”

Tidak puas dengan jawaban tersebut, Dr. Handojo kembali lagi didera dengan pertanyaan tentang apa alasannya dirinya diturunkan. “Nggak tahu, tanya Amien Rais sana....” Jawabnya singkat.

Sepintas banyak orang pun kemudian mengeluarkan tawanya yang lebar akibat kelucuan yang dikeluarkan oleh Dr. Handojo tersebut. (Mungkin) mereka berpikir bahwa jawaban itu hanya sekedar untuk kebutuhan humor saja hanya untuk sekedar meningkatkan pamornya saja.

Meski secara implicit jawaan tersebut hanya sekedar untuk menghibur, namun di sisi lain hal tersebut ternyata seperti cermin dari jawaban Gus Dur itu sendiri. Benar saja, ketika keduanya dijejali persamaan yang sama, trnyata keduanya memiliki jawaban yang sama meski sebelumnya mereka dipisahkan agar tidak saling mendengar dan mencontoh satu sama lain. Dr. Handojo mengungkapkan bahwa hal ini sudah terjadi dua kali selama dirinya memerankan peran tokoh idolanya tersebut, yaitu di TVOne dan Metro TV itu sendiri.

Sikap konyol yang dilemparkan Gus Dur ini ternyata bukan terjadi pada saat dirinya mulai menjadi presiden, melainkan sifat dan sikap ini sudah ada sejak dirinya belum dikenal banyak orang.

KH. Ilham Makhal, seorang kakak kelas Gus Dur di Pondok Pesantren (Pontren) Mualim Tamakberas Jombang ini mengatakan bahwa Gus Dur sendiri memang dikenal sebagai seorang yang santai dan senang bercanda. Dan salah satu yang diingatnya tentang sosok Gus Dur ini adalah ketika suatu pagi, dirinya menemui Gus Dur sedang berpakaian rapi (seperti yang dilakukan setiap pagi) dan membaca koran. Karena hal tersebut jarang dilakukan kebanyakan santri, KH. Ilham Makhal pun kemudian mencoba bertanya, ”Gus, sampeyan iku Gus kok moco koran (Gus, kamu itu kan Gus kok baca koran). Searusnya kan baca Quran....” Dengan ringan Gus Dur pun menjawabnya, ”Awakmu iku ngerti opo, Ham. (Kamu itu tahu apa, Ham.)”

Selanjutnya, KH. Ilham Makhal pun menceritakan tentang kegemaran Gus Dur yang selalu mengkritik dan menggoda guru ngajinya. Salah seorangnya adalah KH. Khudlori, salah seorang gurunya yang sangat takut dengan polisi. Pada sebuah kesempatan saat KH. Khudlori sdang makan, Gus Dur pun meneriakkan kata “polisi” dengan lantang. Lantaran merasa takut, guru Gus Dur tersebut pun memilih untuk segera berlari dan bersembunyi dengan meninggalkan makanannya. Namun tidak selang kemudian, KH. Khudlori pun kemudian ingat akan sikap iseng Gus Dur tersebut dan memilih untuk meneruskan makannya. Meski begitu, KH. Khudlori pun tidak marah terhadapnya, ”Ada-ada saja Gus Dur itu.”

Kisah lainnya yang masih diingat oleh KH. Ilham Makhal adalah ketika Gus Dur sedang mengikuti pengajian KH. Fattah di Tambakderes yang juga pamannya sendiri. Mengatahui kebiasaan KH. Fattah yang mengaji dengan bersandar di salah satu tiang yang ada trap tangganya, Gus Dur dengan santainya meletakkan kitabnya di trap tangga tersebut dan dirinya memilih untuk menghilang.

Tidak sekali kejadian tersebut dilakukan oleh Gus Dur. Itu sebab, ketika suatu saat ketika pengajian brikutnya akan dimulai, teman-temannya yang lainnya yang mengetahui Gus Dur tidak mengikuti pengajian tersebut pun kemudian mengajaknya untuk mengikuti pengajian tersebut. Dengan santainya, Gur Dur pun menjawab, ”Kitabku sudah ikut ngaji.”

1 Harian Koran Kompas, Sabtu 2 Januari 2010, hal. 6

2 Harian Koran Jawa Pos, Minggu 3 Januari 2010, hal. 14

Tidak ada komentar:

Posting Komentar